30 January 2013

Kebetulan yang Serba Kebetulan

Selamat Siang Tuan Kebetulan,

Boleh, saya memanggil dengan sebutan Tuan Kebetulan? Itu sebab kemunculan Tuan adalah sebuah kebetulan yang serba kebetulan. Namun jika sebuah kebetulan datang secara terus menerus apakah masih disebut dengan kebetulan bukan takdir? Ah, Tuan kata takdir terdengar begitu kaku saya lebih suka menyebutnya cukup dengan istilah hanya kebetulan belaka.

Bagaimana tidak?

Melalui sebuah tulisan fiksi di blog Februari tahun lalu kita dipertemukan. Rupanya hampir setahun usia perkenalan kita. Kebetulan Tuan suka dengan tulisan saya, lalu mulai follow akun twitter saya. Kebetulan juga saya suka puisi walaupun kurang pandai dalam menulisnya dan Tuan adalah penulis puisi serta Haiku yang membuat saya follow akun twitter Tuan.

Kebetulan saat itu hati saya masih milik seorang pria begitupun dengan Tuan yang menjadi pemilik hati gadis lain. Hanya saling bertukar sapa dan mengomentari tulisan masing-masing tanpa ada rasa yang lain, menyenangkan Tuan. 

Sesuatu telah terjadi, Tuan menghilang dari media yang mempertemukan kita. Tidak ada lagi kicauan Tuan tentang puisi maupun Haiku. Rupanya Tuan telah patah hati. Kebetulan, beberapa bulan setelahnya terjadi sesuatu pada saya. Banyak tulisan mengandung kesedihan dan perpisahan di blog saya. Sebuah kisah cinta harus diakhiri.

Tak lama Tuan singgah ke Bandung untuk suatu urusan. Pertemanan kita dalam dunia maya menyata dalam rumah seorang sahabat. Kebetulan sahabat Tuan adalah sahabat saya juga.

Kebetulan Tuan peminum kopi hitam, walaupun saya lebih suka kopi jenis cappuccino tapi melalui kopilah sebuah kekakuan mencair. Pembicaraan pun mengalir tanpa batas dengan batasan yang seharusnya. Tidak pernah ada jeda hening untuk sebuah topik. Saling mengali apa yang menarik di balik lawan bicaranya.

Tuan pernah mengatakan dulu aktif dalam sebuah milis bernama cyber sastra, tahun 2004an. Sebuah ruang di mana para penulis bebas berkarya pun saling membantai karya anggotanya. Padahal Tuan ikut gabung karena ajakan teman dan menulis puisi hanya sekedar hobi sebab sastra bukanlah bidang Tuan. Kebetulan di tahun yang sama, saya sedang berkutat dengan dunia sastra. Kuliah dengan mengambil Jurusan Sastra Inggris. Dan kebetulan Dead Poets Society merupakan film wajib ditonton karena bagian dari mata kuliah yang merupakan film kesukaan Tuan.

Tuan masih ingat saat menjelang sore kita ngopi di sebuah kedai kopi. Pengunjung masih sepi hanya ada beberapa anak muda di sana. Tuan mengambil gitar tak bertuan dan mulai memainkan sebuah lagu. Kalau tidak salah judulnya "Risalah Hati" dari Dewa 19.

Aku bisa membuatmu 
jatuh cinta kepadaku. 
Meski kau tak cinta kepadaku. 
Beri sedikit waktu, 
biar cinta datang karena telah terbiasa.

Kebetulan Tuan, dari segala jenis alat musik yang tercipta di dunia ini saya selalu merasa tentram dan damai saat mendengar petikan gitar. Lelaki yang bermain gitar selalu membuat saya terpesona. Ah, rupanya Tuan pawai memetik gitar dan mengapa dari semua lagu yang tercipta oleh musisi Tuan memilih lagu itu untuk dinyanyikan?

Malamnya Tuan harus pergi menempuh tujuh jam perjalanan untuk kembali pulang. Rumah di mana tempat Tuan tinggal memiliki halaman luas hamparan pasir terbentang, deburan ombak, nyiur melambai, dan seafood. Apakah Tuan tahu kebetulan saya pencinta pantai, perindu ombak, dan penggila seafood.

Selepas dari kedai kopi saya mengantar Tuan ke terminal, kebetulan udara malam begitu dingin mengigil sehingga saya merapatkan badan ke punggung Tuan dan melingkarkan tangan memeluk Tuan. Kebetulan Tuan menyambut tangan saya dan sepanjang jalan kita menggenggam jemari, saling menghangatkan.

Tuan, masih ingat dengan cerpen saya berjudul Cappuccino Senja? Cerpen yang saya buat jauh sebelum pertemuan menyata kita. Bercerita tentang gadis bernama Senja penyuka kopi hitam yang  masih belum bisa melupakan cinta lama berkaratnya. Senja begitu pekat. Hingga sosok Rafael, lelaki yang dikenalnya melalui twitter mengubah sosok Senja. Rafael menemukan manisnya Senja dalam kelembutan cangkir cappuccino.
Seperti kata Rafael dalam Cappuccino Senja "Kau tak akan pernah tahu kelembutan dalam cangkir cappuccino, jika kau belum pernah merasakan kepahitan dalam kopi hitam."

Saya dan Tuan kebetulan telah merasakan bagaimana manisnya cinta pada tegukan pertama yang kemudian menjadi pahit pada tegukan terakhir. Kepahitan yang tertinggal bersama ampas kopi. Inilah salah satu alasan mengapa saya menyukai cappuccino karena tidak berampas, Tuan.

Kalau boleh saya berkata jujur Tuan adalah sosok Rafael yang menjelma dalam kehidupan saya.

Satu hal lagi Tuan, jikalau Tuhan menghendaki tahun ini kita bisa merayakan ulang tahun bersama. Kebetulan saya dan Tuan lahir pada tahun dan bulan yang sama. Hanya berselang satu hari.

Terima kasih Tuan Kebetulan sudah mewarnai keseharian saya yang hitam putih dengan serba kebetulan yang Tuan hadirkan.
Teruntuk @Minkewh


Tertanda
-Saya, yang menyukai kebetulan yang serba kebetulan-

13 comments:

  1. Kebetulan yang manis semoga kebetulan itu menjadi rentetan kebetulan yang selalu tetap manis ^^

    ReplyDelete
  2. Terima kasih telah mengenalkan Tuan Kebetulan pada saya. Iya, semoga tetap manis yah seperti saya. He he he :)))

    ReplyDelete
  3. yang setuju ayo Amin.



    AAMMMIIIIIIINNNN....

    ReplyDelete
  4. ~ ~ ~(\ ‾O‾)/ ada Tuan Kebetulan .....

    ReplyDelete
  5. jejak kisah yang manis... semoga memberi makna... :))

    ReplyDelete
  6. semoga .. terima kasih bintang :))

    ReplyDelete
  7. makin sering dibaca, semakin manis pula rasanya cerita ini. apalagi dibagian cerita-cerita kopi, asyik sekali bacanya.

    ReplyDelete
  8. Oh iya?
    Sudah berapa kali dibaca ulang?
    Terima kasih yah :*

    ReplyDelete
  9. merasa seperti bukan cerita sendiri, entahlah.

    ReplyDelete
  10. caramu bercerita, itu yang menarik. Asyik.

    ReplyDelete
  11. Heheheee ... terima kasih (lagi) :D

    ReplyDelete