22 June 2013

Pohon Mangga



Adalah akar bagian pokok di mana pohon berpijak. Menjadi sebuah fondasi yang menyokong serta memperkokoh dirinya. Menyerap air dari dalam tanah. Layaknya kita, manusia menyerap segala pengetahuan yang ada di sekitar.

Adalah batang bagian terpenting dari pohon. Berperan sebagai jalur pengangkutan zat-zat makanan agar dirinya terus tumbuh menjulang tinggi ke arah matahari. Layaknya kita, tubuh manusia yang memerlukan energi untuk dapat terus bertahan hidup dan mengarah pada satu cahaya, satu tujuan, apapun itu.

Adalah cabang bagian dari batang yang memperluas ruang pertumbuhannya. Layaknya kita, manusia berteman, bersosial, berkomunitas, berbagi pengetahuan dan informasi.

Adalah daun organ terpenting dalam pertumbuhan pohon. Berfungsi penangkap energi dari cahaya matahari untuk fotosintesis. Mengeluarkan oksigen yang kita hirup sehari-hari. Layaknya kita, manusia sebagai individu yang mempunyai peranan secara sadar atau tidak bagi individu lainnya.

Adalah buah hasil akhir pada perkembangan tumbuhan. Layaknya kita, sebagai manusia apakah sudah menghasilkan sesuatu yang berguna untuk kehidupan ini?

*

Tulisan ini hanyalah sebuah perenungan saat usia sudah genap dua puluh delapan tahun namun masih mempertanyakan, sudahkah saya menghasilkan buah? Sudahkah orang-orang di sekitar saya memetik dan menikmati buah itu? Sudahkah?

Saya ingin menjadi pohon mangga yang tumbuh di pekarangan rumah. Setiap tahunnya selalu menghasilkan berkarung-karung mangga ranum yang dapat dinikmati oleh saya sendiri, keluarga, para tetangga, dan teman-teman.

***

19 June 2013

#SoleMate : Cerita Sepatu Usang

Seberapa banyak dari kalian yang mengaku sebagai shoes-lovers? Ada hasrat muncul yang tak terkendali, mengebu-ngebu saat melintas etalase toko sepatu. Stiletto, tinggi menjulang angkuh dengan pancaran pesonanya. Wedges, berdiri anggun yang kenyamanannya tidak bisa ditawar. Pumps, kokoh berdiri menunjukkan betapa seksi dan elegannya ia. Atau Flat, menawarkan keceriaan dalam setiap modelnya.
Jika kamu berhenti di depan etalase toko sepatu lebih dari lima menit lalu masuk ke dalam dan menghabiskan waktu lebih dari satu jam sebelum memutuskan untuk membeli sepasang sepatu maka bener adanya bahwa kamu seorang shoes-lovers. 

Ada semacam ikatan batin yang terjalin saat melihat mereka terpajang, esensi kenikmatan saat mulai mencoba sepasang, dua pasang, atau tiga pasang, dan kenyamanan serta rasa puas saat kakimu sudah memilih sepatu yang mana. Setiap sepatu memiliki karakternya masing-masing yang dapat menopang rasa percaya diri atau bahkan menjatuhkannya.

Seperti "Cerita Sepatu Usang" dalam buku kumpulan cerpen "Sole Mate".
Bercerita tentang kejadian sehari-hari yang mereka (baca : sepatu) alami di dalam sebuah penjara khusus wanita. Sepatu-sepatu yang memiliki majikan dengan kaki kasar, telapak kaki pecah-pecah, kuku-kuku panjang-hitam- dan tak terawat. Sampai suatu ketika sepatu berukuran nomor 37 mendapatkan majikan seorang remaja belia yang mempunyai kaki halus, lembut, dan terawat.
Bagaimanakah kelanjutan ceritanya?
Ya cari tahu dengan beli bukunya :D

Cover Buku Sole Mate
Dua puluh cerita pendek, enam puisi, dan dua artikel menjadi pajangan utama di etalase Sole-mate. Ada kisah tentang member kesempatan kedua, cerita yang tak terungkap dari Cinderella, seorang wanita yang setengah mati menyesali perbuatan selingkuhnya, percakapan antar sepatu di penjara, kehidupan sepatu-sepatu penghuni toko loak, perjuangan seorang anak pemulung, sampai ke manisnya kisah cinta di sebuah toko sepatu yang merangkap kedai kopi. Semuanya memikat hati dan mampu membuat wanita mana pun tergoda untuk memilikinya.
- See more at: http://www.pengenbuku.net/2013/06/sole-mate.html#sthash.95qa3mO8.dpuf
Dua puluh cerita pendek, enam puisi, dan dua artikel menjadi pajangan utama di etalase Sole-mate. Ada kisah tentang member kesempatan kedua, cerita yang tak terungkap dari Cinderella, seorang wanita yang setengah mati menyesali perbuatan selingkuhnya, percakapan antar sepatu di penjara, kehidupan sepatu-sepatu penghuni toko loak, perjuangan seorang anak pemulung, sampai ke manisnya kisah cinta di sebuah toko sepatu yang merangkap kedai kopi. Semuanya memikat hati dan mampu membuat wanita mana pun tergoda untuk memilikinya.
- See more at: http://www.pengenbuku.net/2013/06/sole-mate.html#sthash.95qa3mO8.dpuf
Dua puluh cerita pendek, enam puisi, dan dua artikel menjadi pajangan utama di etalase Sole-mate. Ada kisah tentang member kesempatan kedua, cerita yang tak terungkap dari Cinderella, seorang wanita yang setengah mati menyesali perbuatan selingkuhnya, percakapan antar sepatu di penjara, kehidupan sepatu-sepatu penghuni toko loak, perjuangan seorang anak pemulung, sampai ke manisnya kisah cinta di sebuah toko sepatu yang merangkap kedai kopi. Semuanya memikat hati dan mampu membuat wanita mana pun tergoda untuk memilikinya.
- See more at: http://www.pengenbuku.net/2013/06/sole-mate.html#sthash.95qa3mO8.dpuf
Dan masih ada 19 cerpen lainnya. Tidak hanya cerpen, ada pula puisi serta artikel yang semuanya bertemakan sepatu


Kalau kamu perempuan dan mengaku sebagai shoes lovers pasti suka baca buku ini.

***

Ps.
Sudah terbit di toko-toko buku.
Atau mau pesan online bisa via inibuku.com atau pengenbuku.net

18 June 2013

Karena Kedai Ini

"Penat nih! Kerjaan numpuk. Nongkrong di mana kek, yuk?"
"Di mana? Cafe biasa mau?"
"Ngga ah! Bosan. Pengin cari suasana baru."
"Di Cafe Satu?"
"Mahal!'
"Cafe Dua?"
"Jauh!"
"Cafe Tiga?"
"Ngga enak makanannya!"
"Cafe Empat?"
"Mahal, jauh, ngga enak, pelayanannya jelek lagi!"

Hampir setengah jam berlalu, dia masih saja menyebutkan cafe-cafe yang sudah pernah kami datangi. Rasa bosan yang disertai rasa lapar adalah racikan sempurna untuk menaikkan kadar kekesalan. Kalau saja dia tidak punya kesabaran tingkat dewa mungkin malam itu akan kami habiskan dengan saling mengumpat dan diakhiri dengan saling diam untuk jangka waktu yang, yang hanya waktu yang tahu.

"NGGA MAU AH! ARGGGGG!!!"
"Sok kamu mau makan apa? Jadi, bisa kita tentukan tempatnya."
"Ya apa deh."
"Ya apa deh itu apa?"
"Terserah!"
"Gini aja deh. Kita jalan dulu aja ya kali nanti nemu tempat yang kamu mau."
"IYA."

Ada keheningan menyelinap saat kami memasuki mobil. Entah karena nada bicaraku yang tinggi tadi entah sebab dia berkonsentrasi di tengah padatnya arus kendaraan. Tak lama mobil melambat.

"Kedai ini baru buka kayanya, mau nyobain ngga?"
"Tempatnya kecil gitu!"
"Katanya mau suasana baru, bosan ngafe. Kita ngedai aja lah yah."
"Hemmpp, tapi ...."
"Yuk!"

Oke, tempat ini memang kecil mungkin hanya dapat menampung kurang lebih tiga puluhan orang. Harganya pun murah soal rasa dan porsi yah lumayan, namanya juga kedai. Yang menarik dari Kedai Ini justru terletak pada kesederhanaan dan keramahannya. Serasa ngopi di rumah sendiri. Walaupun menunya kurang bervariasi namun tempat ini punya kopi yang enak.

"Jadi, ada apa denganmu hari ini?"
"Ada apa gimana maksudnya?"
"Aku kehilangan keceriaanmu."

Kalimat yang baru saja terlontar darinya membuat bendungan yang kubangun untuk menyimpan segala kepahitan masa lalu luluh lantak. Berkeping-keping semua pecah di hadapannya. Kenangan yang selalu menjerat, menyeret, memberatkan langkahku tuk maju ke depan. Sayup-sayup terdengar alunan musik.

If you ever find yourself stuck in the middle of the sea
I'll sail the world to find you.
If you ever find yourself lost in the dark and you can't see
I'll be the light to guide you.

"You can count on me like one, two, three. I'll be there and I know when I need it." Dia bernyanyi sambil menunjukkan jemarinya mengikuti alunan lagu.

"I can count on you like four, three, two. You'll be there."  Sambungnya lalu menghapus air mataku.

"Cause that's what friends are supposed to do."  Aku pun ikutan dengan suara lirih.

"Oh yeeaahh ooohhh oooohhh yeah yeah."  Kami pun bernyanyi tertawa bersama.

Hubungan kami semakin lama semakin dekat. Dia membuat aku menjadi orang yang lebih terbuka. Aku lebih bebas mengekspresikan perasaanku karena saat itu Kedai Ini memutar lagu "Count on Me"nya Bruno Mars.

***

"Kamu masih mikirin mantan kamu yah?"
"Ngga, kenapa memangnya?"
"Raut muka kamu jadi keruh soalnya."
"Ngga kok, kerjaan aja lagi numpuk."
"Tiap kali kamu ngomong kerjaan itu kamuflase kamu mikirin mantan kamu. Semua orang juga tahu."
"Ngga!"
"Ngga apa?"
"Ngga semua orang tahu, cuma kamu aja."
"Tuh kan! Apa bagusnya dia sih?"
"Dia pinter main gitar."

Salah jika pikiranku masih berkutat dengan masa lalu. Kamu memang telah mengubahku menjadi pribadi yang lebih terbuka. Namun, tidak semudah itu melepas semua kenangan yang masih melekat di dalam pikiranku, hati aku. Hingga sebulan kemudian dia mengajak aku ke Kedai Ini lagi.

"Ngedai lagi yuk, udah lama ngga ke sana?"
"Hayu!"

Pelayan baru saja meletakkan pesanan kami di atas meja saat terdengar petikan lagu,

Hidupku tanpa cintamu,
Bagai malam tanpa bintang.
Cintaku tanpa sambutmu,
Bagai panas tanpa hujan.
Jiwaku berbisik lirih,
Kuharus milikimu.

Dia langsung mengambil gitar yang memang sengaja disediakan oleh Kedai Ini untuk para pengunjung kedai dan mulai bernyanyi mengikuti,

"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku. Meski kau tak cinta kepadaku, beri sedikit waktu. Biar cinta datang karena telah terbiasaaaaa. Na na na naaaa ngga hapal lagi liriknya na na naaaaaa ...."

"Sejak kapan kamu bisa main gitar?"

"Sejak sebulan yang lalu, Sudikah dirimu untuk kenali aku dulu na na na naaa."

Malam itu, sebelum aku turun dari mobil. Kukecup pipi kanannya karena di Kedai tadi dia telah menyanyikan lagu "Risalah Hati" Dewa 19 yang membuat hatiku resah namun terselip rasa bahagia.

***

"Sudah setahun kita jalan kaya gini, hubungan tanpa status. Kenapa kamu selalu menolak?"
"Hubungan kita ngga akan pernah berhasil! Ngga ada jalan keluar."
"Kita ngga tahu ke depannya kaya gimana kalau ngga di coba! Kamu masih kepikiran untuk balikan sama mantan kamu?"
"Ngga, bukan itu."
"Terus apa? Jelaskan karena aku ngga ngerti kenapa kamu ngelakuin ini. Aku udah cukup sabar nungguin kamu selama setahun. Kurang apa aku? Kasih tahu biar aku ngerti."
"Kamu ngga kurang apa-apa. Masalahnya .... masalahnya ...."
"Masalahnya apa? Kalau kamu ngga sayang bilang sekarang. Liat mata aku, ngomong sekarang!"

Pertengkaran pertama kami di Kedai Ini setelah menjalani hubungan tanpa ikatan. Bukan maksud mempermainkan perasaannya hanya saja hubungan ini tidak akan mengarah ke mana-mana, tidak bermasa depan. Andaikan dia tahu betapa aku teramat menyayanginya, mencintainya. 

"Katakan, apa masalahnya? Aku kurang baik, mapan? Orang tuaku tidak sekaya orang tua mantanmu?"
"Bukan .... bukan itu. Andaikan aja ...."
"Apa? Andaikan aja apa?"

Kebetulan yang mengerikan karena Kedai Ini memutar lagu-lagu lama dan mengalunlah lagu,

If God had a name what would it be?
And would you call it to his face?
If you were faced with Him in all His Glory
what would you ask if you had just one question?

"Ada kenangan apa kamu dengan lagu ini?"
"Hah?"
"Kamu bisa bohongin orang-orang sekitarmu sesuka hatimu. Tapi kamu ngga bisa nyembunyiin sesuatu dari aku. Terlihat jelas dari raut mukamu ada sesuatu di lagu ini, kan?"

What if God was one of us?
Just a slob like one of us
Just a stranger on the bus
Trying to make his way home?

"Andaikan aja kita seiman ...."

Kalimat itu terucap dengan lirih namun terdengar jelas di telinganya. Dia hanya diam, mukanya memerah karena meredam amarah.
Dia pun pergi meninggalkan aku sendiri di Kedai Ini yang memutar lagu "One of Us" Joan Osborne

and yeah, yeah God is great
yeah yeah God is good 

***

"Jadi ini kedai yang sering kamu omongin itu? Lumayan juga tempatnya."
"Iya."
"Harganya murah banget."
"Iya."
"Eh, tau kan minggu depan Ami mau nikah? Ngga nyangka yah padahal baru tuh pacarannya."
"Iya."
"Kenapa sih iya iya iya mulu."
"Ngga."
"Sakit?"
"Ngga."
"Terus kenapa?"
"Andreas yang ngajak aku ke Kedai Ini."
"Aisyah, sudahlah."
"Banyak kenangan di tempat ini tentangnya."
"Bukannya kamu juga tidak menginginkannya?"
"Bukan begitu, hanya saja ...."
"Tidak ada kabar darinya?"
"Semenjak kejadian itu dia menghilang. Aku pun enggan mencarinya."
"Kamu tahu kan dia anak pendeta? Apa kata Umi apa kata Abi nanti kalau tau."
"Memangnya kenapa kalau anak pendeta? Memangnya kenapa kalau mereka tau?"
"Kamu tau jawabannya kan?"
"Kenapa sih agama menjadi hal yang sangat merumitkan? Bukankah Tuhan itu tetap satu yah?
"Sudah Aisyah, sudah ...."
"Harusnya aku bisa melakukan sesuatu!"
"Apa yang kamu lakukan sudah benar. Pertahankan. Jangan menyerah pada perasaanmu."
"Kamu ngga tau betapa hancurnya perasaan aku lihat Andreas pergi dari tempat ini dengan muka merah padam dua bulan lalu. Harusnya aku ngejar dia, harusnya aku bilang sesuatu, harusnya aku .... harusnya aku ...."

Salimah, sepupuku langsung memelukku erat karena tangisku membuncah. Samar aku mendengar sebuah lagu mengalun.

I won't give up on us
Even if the skies get rough
I'm giving you all my love
I'm still looking up

"Salimah, kamu dengar liriknya!"
"Iya Aisyah."
"Aku harus pergi sekarang."
"Kamu yakin? Kamu tau apa kamu lakuin?"
"Ngga pernah merasa seyakin ini! Eh, aku pinjem mobilmu sekalian bayarin yah. Luv u sistah."
"Aisyah Aisyah .... "

Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untukku.

"Mas, minta bill. Eh, ini lagunya siapa, Mas?"
"Yang ini? Yang lagi diputar? Adera judulnya Lebih Indah."
"Oh, kalau lagu sebelum yang ini?"
"Saya cek playlistnya dulu ya, Mba."

*

"Lagunya Jason Mraz judulnya I won't give up. Ini billnya, Mba."

Semuanya disebabkan karena Kedai Ini memasang lagu yang sesuai dengan suasana isi hati Aisyah. Dasar Aisyah.

***


09 June 2013

Cappuccino Cocorico

Logo Cocorico. Foto dari Google

Beberapa waktu lalu, seorang wanita muda menghubungi saya. Dia ingin bertemu prihal membahas persiapan pernikahannya, sedang mencari WO. 

"Mba Eva, bisa ketemuan ngga? Aku mau konsultasi wedding."
"Boleh. Kapan ada waktu luangnya? Aku nyamain jadwalnya kamu aja."

Minggu sorelah waktu yang dirasa tepat untuk kami bertemu sebab dia sedang libur dan saya sedang tidak ada wedding. Kebetulan pula tempat yang terpilih adalah sebuah Cafe Resto di daerah Bukit Pakar, Dago atas. Kawasan Dago memang terkenal dengan cafe-cafe eksotis. 
Asyik juga nih meeting dengan calon klien sekaligus hunting cappuccino.

Baru sampai parkiran saja, saya langsung terperangah oleh bangunannya yang menjulang.

Penampakan Luar Cocorico. Foto dari Google

Setelah memarkirkan motor, membereskan rambut seadanya, mengecek kembali kelengkapan dokumen sebagai bahan presentasi, dengan langkah berseri saya pun masuk. Mari ikuti saya.

Lorong pintu masuk. Foto pribadi

Suasana di dalam. Foto Pribadi

Suasana di dalam. Foto pribadi

Cityview dari balkon Cocorico. Foto pribadi

Suasana di dalam. Foto Pribadi

Area outdoor lantai 2. Foto dari Google

Karena calon klien sudah tiba, foto-fotonya sudah dulu yah. Cocorico memang menyajikan sesuatu yang baru di tengah maraknya cafe serupa di daerah Dago. Pengunjung dibuat senyaman mungkin berada berlama-lama di sini dengan menyajikan pemandangan perbukitan serta lampu temaram pada malam hari. Harga cukup bersahabat. (entah sahabatnya siapa?). Bicara soal makanan, kembali kepada selera masing-masing. Lidah dan perut saya suka pro kontra soalnya. Lidah bilang enak, perut bilang kurang. Namun, satu hal yang pasti. Tujuan saya datang ke tempat ini selain memenuhi janji bertemu calon klien adalah, tak lain tak bukan, tentu saja menikmati rasa cappuccinonya.

Koleksi foto cappuccino saya bertambah lagi, iyeeeeeee.

Cappuccino Cocorico. Foto pribadi

Sssstttt, doakan presentasinya berhasil yah. Semoga saja cappuccino kental, gurih, nan enak dengan latte art golden ring ini ditambah atmosphere cafe ciamik serta pemandangan eksotis akan menggugah pikiran calon klien dan langsung menunjuk saya sebagai wedding organizernya. Doakan saya yah! (00)9

06 June 2013

Sepanjang Jalan Layang

Masih ingat saat tengah malam kau mengendarai motor sampai 100km/jam di jalan layang untuk mengantarku pulang. Jam 11.00 malam, jalanan sepi melenggang, kau dapat menarik gas sesukamu, merasakan degup jantungku yang menempel agak terlalu dekat punggungmu. Dan jam 07.00 pagi, kau mencari celah di antara padatnya kendaraan, merasakan eratnya tanganku meremas pinggiran saku jaketmu menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh. 

***

Paragraf di atas merupakan paragraf awal dari cerita pendek berjudul Sepanjang Jalan Layang yang telah dibukukan bersama sepuluh penulis lainnya dalam Jakarta Bandung Jogja.

Cover Buku

Mari berkenalan dengan judul dan penulis di dalamnya,
1. It Will Find a Way, Even in Busway - Pribadi Prananta
2. Katia - Falla Adindas
3. Kisah Terkubur di Bawah Beringin Kembar - Mia Haryono
4. Pendaratan Yang Tak Sempurna - Dwika Putra
5. Aku Hanya Ingin Membuatmu Bahagia - Boy Farabian
6. Sepanjang Jalan Layang - Ch. Evaliana
7. Di Perbatasan - Grahita Primasari
8. Ah! Itu Kan Cuma Takhayul - Khairina Diar
9. Kesengajaan Yang Tidak Disengaja - Ariev Rahman
10. Yang Tuhan Kabulkan - Chacha Thaib
11. Pertama Kalinya - Faisal Reza.

Penyunting : Nita Taufik
Eksekusi Desain dan Layout : Futih Al Jihadi
Penerbit : Kurnia Esa Publising.

Segera dapatkan di toko buku terdekat. :D
Selamat membaca

05 June 2013

Untuk Panci dan Teko

Hari ini tidak ada bedanya dengan hari-hari lainnya. Pagi sekali dia sudah terbangun, membasuh diri dengan segarnya air wudhu, merapalkan doa kepadaNya, mandi, sarapan sedikit roti, lalu bergegas menuju ke kantor. Seperti hari-hari lainnya, seperti biasanya.

Saat akan memanaskan motornya, ada bunyi derung motor yang begitu lekat dikenalnya. Pacarnya datang menjemput. Kejutan kecil yang cukup menceriakan untuk memulai hari ini, tidak seperti biasanya.

"Tumben, ngejemput aku ngga ngabarin dulu?" Tanya Panci dengan sumringah.
"Kan mau ngasih surprise .... SURPRISEEEEE ......" Jawab Teko sambil merentangkan kedua belah tangannya.
"Kalo aku udah keburu pergi gimana?" mencabut kunci motornya sambil melengos ke dalam rumah.
"Ya, aku susul. Aku kejar. Aku ambil motornya. Aku jambret tasnya."
"Heh!"

Mungkin, hari ini memang berbeda dengan hari-hari lainnya. Setidaknya itulah yang mereka rasakan. Sebab hari ini bertepatan dengan satu tahun mereka berpacaran.

Jam menunjukkan pukul setengah lima sore. Panci mulai membereskan barang-barang di atas meja kerjanya.
Teko sudah menunggu di parkiran.

"Hari ini mau dinner di mana kita?" Panci bertanya penuh harap.
"Di rumah masing-masing."
"Ohhhh ...."

Motor melaju dengan kecepatan ala kadarnya. Di pertigaan yang seharusnya belok ke kanan, Teko mengarahkan motornya ke kiri.

"Kenapa belok sini? Mau ke mana kita?"
"Ke toko buku. Ada buku yang mau di beli."
"Ohhhh ...."

Berlama-lama Teko di dalam ruangan yang dipenuhi dengan buku. Sesekali mengetik sesuatu di telepon genggamnya. Panci sama sekali tidak menaruh curiga. Teko bukanlah seorang pria romantis penuh kejutan, maka dari itu di hari anniversarynya Panci tidak menyimpan harapan.

"Yuk!" Teko keluar dari toko buku menuju parkiran.
"Ngga jadi beli bukunya?"
"Ngga ada yang bagus."
"Katanya tadi ada buku yang mau dibeli."
"Kamu berisik!"
"Kamu ngga jelas!"
"Kamu ... kamu ... cantik."
"Ahhh ...." Melingkarkan lengannya memeluk Teko dan motor pun kembali melesat.

"Ini kita mau ke mana sih? Kamu mah malah muter-muter?"
"Aku lagi bingung."
"Bingung kenapa?"
"Bingung, belum gajian!"
"Terus?"
"Mau ngajak makan, belum gajian. Mau kasih sesuatu, belum gajian."
"Ciyus?"
"Miapah?"
"Mie tek-tek deket rumah aja, murah meriah muruluk, yuk!"

Tanpa Panci sadari motor tengah melaju menuju sebuah cafe Bober Tropica. Tempat yang menjadi saksi bisu di mana Teko menyatakan cintanya dan sayangnya di terima pula.

"Ih, katanya mau makan di rumah masing-masing. Katanya belum gajian."
"Jadi ngga mau ke sini?"
"Ngga!" 

Namun Panci segera turun dari motor, melepas helmnya, dan melangkah ke dalam sambil bersenandung.
Bober Tropica malam ini tampak sepi pengunjung, seperti biasanya. Nuansa tropis begitu kental dengan adanya pepohonan, meja kursi kayu, dan lampu temaram. Ada layar screen yang menampilkan cuplikan foto-foto pemandangan. Panci sama sekali tidak menaruh curiga.

"Pesen makan, gih!" Ujar Teko sambil terus sibuk mengetik di telepon genggamnya.

Makanan pun sudah tersaji di atas meja. Mereka menyantap sambil ngobrol ngalor ngidul dan Teko masih sibuk dengan telepon genggamnya.

Tiba-tiba cuplikan foto pemandangan di layar berubah menampilkan kaleidoskop, sepenggal kisah perjalanan dari awal mula mereka berjumpa untuk pertama kalinya, berkenalan, proses pendekatan, pacaran, hingga sekarang. Sesaat sebelum video berakhir Teko berlutut di hadapan Panci menyerahkan sebuah kotak. Kotak mungil berisi sepasang cincin.

Terdengar teriakan riuh rendah "Terima! Terima! Terima!" diiringi bermunculan satu persatu para sahabat yang entah disembunyikan di mana.





Holding Hands till the end.

Happy One Year Anniversary & Happy Engagement :*

Iya, hari ini bukanlah hari biasa yang lewat tanpa permisi begitu saja. Teko menorehkan sejarah, momen yang tak akan lekang oleh waktu dan selalu di ingat sepanjang masa dalam kalender mereka berdua. Air mata berlinang pertanda kebahagiaan cincin tersemat di jari manis. Selamat untuk kalian berdua.

-9 Mei 2013-

***