31 December 2015

Tiga Hal Sebelum Kau Pergi

Sebulan yang lalu, keputusan saya untuk bercerai sudah bulat. Sebulat cinta saya pada Sasti. Sasti memang tidak lebih cantik atau lebih sabar dibandingkan istri saya. Namun, kepribadiannya menyegarkan semangat dan memotivasi saya akan makna hidup.

Ana, istri yang sudah mendampingi saya selama delapan tahun sudah menaruh curiga ketika saya mulai berdekatan dengan Sasti. Saya pun tidak ambil pusing akan kecurigaannya karena memang tidak ada lagi cinta yang bersemi di antara kami.

Malam itu, seperti biasa Ana tertidur dengan TV masih menyala, menunggu kepulanganku. Biasanya saya bangunkan dia untuk pindah. Tapi, malam itu, saya ajak dia bicara, mengutarakan maksud untuk bercerai.

"Kenapa?" tanyanya menahan amarah.

"Saya rasa kamu sudah tahu jawabannya?"

"Iya, tapi kenapa sekarang?"

"Karena saya tidak mau berpura-pura lagi."

"Beri aku waktu sebulan, setidaknya sampai Aya masuk SD."

"Kamu tidak perlu khawatir akan Aya, saya masih ayahnya dan Aya akan menjadi tanggungan saya."

"Kasih aku waktu sebulan, setelah itu terserah kamu..."  tangisnya mulai pecah.

Saya tinggalkan dia menangis di ruang tamu. Keputusan saya sudah bulat dan tangisan dari air matanya tidak akan mengubah apa pun. 

Suara alarm membangunkan tidur yang belum pulas, terdapat secarik kertas di atas meja. Kami memang sudah lama berpisah ranjang semenjak Aya masuk TK. Ana tidur bersama Aya sementara saya di kamar tamu, sebabnya kepulangan saya yang larut malam sering kali membuat Aya terbangun dan terjaga lalu jadi rewel.

"Apa maksudnya ini?" tanyaku padanya di dapur saat dia sedang menyiapkan sarapan untuk kami, saya dan Aya.

"Bukankah sudah tertulis dengan jelas? Aku hanya minta tiga hal selama sebulan sebelum kamu hemmmppp" ucapannya terhenti dan matanya melirik Aya, "Cerai ...." ucapnya tanpa suara takut Aya mendengar.

Tanpa ambil pusing, saya iyakan permintaannya akan tiga hal itu.

"Bisa dimulai hari ini?" tanyanya sambil tersenyum.

"Iya, semakin cepat semakin baik."

"Aya, mulai hari ini Ayah yang mengantarkan ke sekolah yah. Nanti siang Mami yang jemput. Setuju?"

"Horeee... Horee... Asyik..." histerisnya Aya sambil berlari dan lompat ke pangkuan saya.

Itulah hal pertama yang Ana minta selama sebulan untuk saya lakukan setiap harinya.


*


Hari Sabtu, Aya libur. Saya terbebas dari tugas mengantarkan dia ke sekolah. Kesempatan ini bisa saya manfaatkan untuk jemput Sasti dulu sebelum ke kantor.

Ketika hendak pergi, saat menutup pintu mobil, Aya kecil berlari, mengetuk jendela kaca mobil dan berkata, "Ayah, Ayah .... Ayah, lupa yah?"

"Lupa apa, sayang?"

"Ayah belum cium Aya sama Mami." celotehnya sambil menjulurkan lidah.

Dengan enggan saya turun dari mobil menghampiri Ana yang berdiri di depan pintu, Aya kecil mengikuti di belakang.

"Ayah pergi yah, hati-hati di rumah." Saya kecup kening Ana sekilas.

"Jagain Mami yah, jangan nakal! Ayah berangkat yah." kening dan pipi Aya saya cium sambil cubit kecil.

Mencium kening Aya dan Ana sebelum berangkat kerja merupakan hal kedua yang dia minta.


*


Nah, hal ketiga ini rupanya membuat Sasti agak geram. Saya ceritakan semua kejadian dan permintaan Ana agar perceraian dapat diproses dengan segera. 

"Konyol banget sih permintaannya!" ketus Sasti setelah membaca tulisan Ana.

"Ya, gimana lagi? Saya harus penuhi agar prosesnya bisa lancar. Kan ini juga demi kita."

"Yang pertama dan kedua oke lah! Tapi yang ketiga?? Kamu jadi ngga punya waktu untuk aku? Tiap pagi harus antar Aya dulu, pulang kerja langsung pulang! Kapan kamu ada waktunya untuk aku?"

"Saya ngga tahu harus gimana lagi selain memenuhi permintaannya. Ini kan cuma sebulan saja. Setelah itu waktu saya untuk kamu semua, sayang. Kamu tahu kan saya sayang sama kamu, hal seperti ini ngga akan merubah sayangnya saya sama kamu, Sasti cantik."

"Ya, terserah deh." ketusnya menangkis tangan saat akan saya rengkuh.

"Jangan begitu dong, Kangen nih."

"Sudah sana pulang, bentar lagi kan jam tidurnya Aya tuh!" 

"Iya, tapi saya masih kangen. Sabar yah. Nanti saya hubungi kamu malam kalau sempat!

"Ngga usah, deh. Kemarin juga ditungguin mana ngga nelepon. Sudah, sana! Gih, sana ... sanaa!"

Hal ketiga yang Ana minta yaitu membacakan dongeng sebelum tidur untuk Aya. Perkara yang cukup sulit sebab jam tidurnya jam 8 malam. Jam di mana saya menghabiskan waktu bersama Sasti. Pantas dia marah sekali dan keberatan mengenai permintaan Ana yang ketiga.
Berulang kali saya jelaskan pada Sasti bahwa semua ini saya lakukan demi dia, demi bersamaan kita, apa pun akan saya lakukan untuk selalu bersamanya.

Mengenai Ana? Ah, dia perempuan sederhana dengan pemikiran sederhana yang terkadang kesederhanaanya begitu merumitkan. Seperti permintaannya akan tiga hal yang harus saya lakukan, begitu sederhana sampai terkadang saya tidak habis pikir apa maunya Ana sebenarnya.

"Mana Aya?"

"Di kamar sudah menunggu. Hem ... Ayah?"

"Apa?"

"Cuci mukalah dulu, ganti bajunya. Mami temanin Aya dulu sambil nunggu Ayah."

"Iya"


Hubungan saya dengan Ana memang sudah lama dingin, hambar dan hampa. Tidak ada percikan, getaran, atau desiran dalam denyut nadi yang membuat rasa sayang itu penuh. Kosong. Hingga kehadiran Sastilah yang mengisi menjadi penuh.

"Hari ini cerita apa yah? Ayah bingung, udah abis dongengnya ...."

"Ayah, Ayah ...."

"Iya?"

"Cerita itu ayah, itu, cerita waktu Aya masih bayi aja. Maaaaamiiiii .... sini Ayah mau cerita Aya, Mammiii .... sini."

Malam itu adalah malam kedua puluh dua. Saya ceritakan pada Aya bagaimana Ayahnya ketakutan dan panik saat Ana akan melahirkan. Kejadian-kejadian menegangkan saat itu namun betapa konyol ketika diceritakan ulang. Tiba-tiba saja saya merasa penuh melihat binar bahagia Aya, tawa renyahnya menertawakan kelakuan Ayahnya, dan Ana .... ah, lama sekali rasanya tidak melihat tawa dia yang lepas. Bertumpu di bantal Hello Kitty Aya dalam lampu tidur temaram Ana terlihat cantik sekali, Ada damai menyelimuti ketika melihat pancaran wajah mereka.

Iya, malam kedua puluh dua kami bertiga tidur bersama. Kehangatan dan kenyamanan yang selama ini saya cari nyatanya ada di depan mata. Inilah keluarga saya, di mana saya sayang pada mereka berdua, Aya kecil yang mau masuk SD dan Ana tercinta. Kesederhanaannya menaklukkan segala kerumitan yang sebenarnya saya cari sendiri. Adalah dengan tiga hal sederhana Ana dapat membuat desiran dan percikan yang terpendam itu muncul kembali, membuncah.
Sasti? Ah ... di kepala dan hidup saya cuma ada Ana seorang.



***


Gambar dari sini

21 December 2015

Setangkup Syukur Rasa Strawberry


Hari ini jalanan dibasahi lagi oleh hujan. Entahlah, hujan selalu memunculkan sisi sentimentil saya terhadap sesuatu. Galau? Oh, bukan. Saya lebih senang menyebutnya dengan istilah peka. Perasaan saya jadi lebih peka jika melihat atau mendengar suara hujan. Seperti sore ini ketika perlahan bulir air mulai turun membasahi jaket, terbayang secangkir kopi dan setangkup roti bakar. Sambil berteduh dan menghangatkan badan, saya menuju sebuah kedai, tidak terlalu mewah, sederhana namun cukup nyaman.

Ah, ya roti bakar rasa strawberry menjadi pilihan pasangan cappuccino saya. Rasa strawberry yang manis-manis kecut berbaur dengan cappucino yang pahit-pahit manis adalah kesempurnaan rasa untuk hujan sore ini.

Roti Bakar Strawberry

Roti bakar rasa strawberry dengan toping es krim strawberry saya sudah datang!
Suapan sendok pertama penuh dengan es krim melumer dalam mulut saya, sebagian rasa manis langsung tertelan meluncur bebas ke kerongkongan dan tersisa rasa kecut yang menempel pada langit-langit mulut. Lucu dan aneh yah? Pada awalnya rasa manis yang pertama datang hingga menimbulkan senyum bahagia. Lalu, rasa kecut mulai mendominasi dan manis pun berlalu begitu cepat. Kepergiannya sama cepatnya dengan kedatangannya.

Pada garpu pertama, saya mulai memakan rotinya yang sudah tercampur dengan es krim. Renyah dan empuk serta kecut dan manis ini mengingatkan saya akan sebuah kejadian ketika smartphone saya terjatuh. Dia terjatuh dari saku jaket ketika saya sedang di atas motor. Pasrah adalah ketika menyadari dia tidak di sana, pasrah ketika mencoba menghubungi nomornya sudah tidak aktif. Kecut sekali rasanya hati ini!

Terkadang strawberry memberi manis di awal, namun ada kalanya kecut pertama yang dirasakan. Seperti masalah smartphone ini, kekecutan hati akan keteledoran saya tidak bisa ditawar lagi. Hingga esok paginya ada pesan masuk mengatakan bahwa smartphone saya ditemukan dan akan dikembalikan. Ini adalah rasa dari yang paling termanis yang pernah saya rasakan. Sungguh, luar biasanya manisnya.

Cangkir Cappuccino

Cappuccino di sini rupanya pekat, tegukan pertama begitu pahit dan panas menyerang lidah saya. Serangan mendadak yang belum terpikirkan bagaimana untuk mengantisipasinya. Cappuccino itu dikenal sebagai kopi penuh kelembutan. Campuran susu dan foam menjinakkan kadar pahit dan asam dari biji kopi. Seperti cappuccino yang biasanya saya minum, dia seharusnya lembut, tidak terlalu pekat. Pekatnya cappuccino melekat di rongga mulut bersama dengan lidah yang terbakar, meninggalkan sesak di relung hati, Menyisakan lubang. Seperti jerawat yang belum siap, dipaksa matang, tercabuti, kemudian meninggalkan pori-pori besar di kulit. Sulit tertutupi. Walaupun pondation dapat menutupi dengan sempurna namun lubang itu tetap ada di sana.

Hampir jarang saya lakukan, namun akhirnya saya mutuskan untuk menambahkan sedikit gula pada cappuccino untuk menyelamatkan sore yang syahdu ini. Bagaimana pun manisnya gula hanya bersifat sementara ... tapi saya ingin cappuccino saya cukup manis.


Kehilangan handphone memang kecut tapi manis pada akhirnya karena masih ada seseorang di luar sana yang mau bersusah payah menghubungi dan mengembalikannya pada saya. 
Kehilangan seseorang yang disayangi dengan sepenuh hati memang sesak dan pahit, apalagi hilangnya tiba-tiba tanpa ada pertanda dan aba-aba, itu rasanya luar biasa menyakitkan. 

Namun, masih ada orang baik yang mau mengembalikan handphone saya. Dan, saya pun percaya masih ada orang lain di sana yang lebih pantas untuk saya sayangi dengan sepenuh hati dan jiwa hingga kematian memisahkan.


Oh iya, sementara itu ... agaknya saya harus sedikit mencampur cappuccino dengan gula. Sebab, setelah yang pahit, manis datang tanpa diduga. Masalahnya, saya belum tahu apakah kedatangan si manis yang tak terduga akan sama nantinya dengan kepergiannya yang tak terduga juga? Atau justru malah akan bertambah manis dan selamanya manis? Entahlah ... klisenya adalah hanya waktu yang dapat menjawab .... 

Ha ha ha ha .... roti bakar ini berhasil sudah mengacak-acak perasaan saya!
Menjadi momentum pengingat untuk diri saya sendiri bahwa terlepas dari rasa manis, kecut, pahit, sesak, sakit, senang, luka, bahagia, ada rasa yang lebih besar dan luar biasa menyelimuti semua perasaan yang berkecamuk. Rasa syukur. Bersyukur akan perasaan yang telah saya hadapi, bersyukur atas apa yang telah terlewati, bersyukur terhadap semua perkara yang telah terjadi, bersyukur selalu untuk apa dan siapa pun dalam kehidupan saya.

Tidak salah memang keputusan saya untuk berteduh dan memilih kedai sederhana ini bersama pesanan saya secangkir cappuccino dan setangkup syukur rasa strawberry.

Rupanya hujan sudah reda, tulisan ini pun selesai sampai di sini. Sudah saatnya saya melanjutkan perjalanan sebelum akhirnya kembali pulang.

Terima kasih
dan
Selamat Malam


***



08 December 2015

Yang Tak Pernah Terselesaikan


"Bangsat! Punya otak ngga sih pakai motor! Bikin bahaya orang!"

"Yank?"

"APA?"

"Muaach ...."

Emosinya mereda, makiannya terhenti, dan kami pun tertawa bersama kepulan asap dari knalpot bis di hadapan kami.


"Aku tuh paling ngga suka kalau dibelakang bis gini! Mana susah lagi mau nyalip!".

"Yank?"

"Iyaaaa, muuaach juga!"

"Bukan ih!"

"Terus apa?"

"Aku sayang kamu."

"Hahahahaa, iya aku juga sayang kamu banget nget nget.", ucapnya dengan merapatkan gigi atas dan bawah.


Si dia memang pria yang kadar emosinya sudah jebol! Gampang banget terpancing emosinya. Pernah yah suatu kali kami sedang bicara serius, prihal topik apanya saya lupa, tapi sakin seriusnya kami ngobrol ditengah-tengah obrolan dia bilang gini,

"Bentar yah, aku keluar dulu." pamitnya sopan.

"Mau kemana? Aku belum selesai ngomong!"

"Itu berisik banget suara knalpot digerung-gerung gitu, kecakepan amat tuh orang, ngga nyadar apa ganggu orang, bikin polusi udara, polusi kuping, aku kan jadi ngga konsen denger kamu ngomong, bentar yah aku marahin dulu tuh orang."

"Muaacch ...."

Emosinya turun kembali, tidak meledak-ledak, tidak jadi ngedatangin dan marahin orang itu, dan pembicaraan kami pun tidak terselesaikan karena kami terlalu sibuk saling berciuman dan berpagutan.

Sebenarnya bukan hal yang sulit sih menghadapi dia. Walaupun emosinya mudah sekali meledak seperti gas 3 kg yang sering diberitakan di media, namun di sisi lain mudah pula untuk meredamnya. Semacam putri malu yang jika disentuh sedikit saja maka akan malu-maluin eh mengatup, menutup daunnya. Iya, ngga percaya? Jadi waktu itu saya pernah bikin salah, apa yah tepatnya lupa, kira-kira kejadiannya seperti ini ...

"Kamu ngebetein hari ini!", ucapnya ketus menatap lurus ke depan tanpa mengindahkan hadirku di depannya.

"Iya, maaf yah. Akunya lupa, akunya khilaf, akunya ngga nyadar, akunya gituin kamu, maaf yah."

"Kenapa kamu kaya gitu?""

"Iya aku gitu karena memang begitu, maksudnya ngga gitu tapi yah gitu lah.", ucapku sambil memelas, merayu, kutarik-tarik ujung lengan kemejanya, "Lihat apa sih? Segitu salahnya yah aku sampai ngga mau lihat aku?"

"Apaan sih gitu, gitu, gitu mulu.", protesnya sambil menahan senyum, "Ngga, ngga mau lihat muka kamu!" lanjutnya.

"Iya udah atuh yah, jangan marah, nih cubit aku kalau kesel.", kuarahkan tanganku kearahnya dengan sukarela sebagai pelampiasan kekesalan dia. Namun, rupanya gerakanku yang tiba-tiba mengagetkannya hingga tangannya menyenggol gelas kopi yang masih panas, dan tumpahannya jatuh secara membabi buta ke bawah meja yang mana terdapat pahaku.

Dan adegan selanjutnya adalah dia sibuk meminta maaf sambil mengambil lembaran tissue untuk membersihkan tumpahan kopi di celana saya. Terus kebeteannya? Loh, memangnya dia pernah bete sama saya yah???

Ah ha ha ha, memang banyak hal yang yang tak pernah terselesaikan saat bersamanya. Seperti tulisan ini pun saya bingung bagaimana menyelesaikannya. 

Ah, saya ada ide!

Bagaimana kalau biarkan saja tetap seperti ini, menjadi yang tak pernah terselesaikan.


***







Dalam Hujan

Dalam Hujan

Titisan air menitik terhembus angin. 

Dia tak takut jatuh, hilang atau menguap

tuk kembali kepada awan.



Sebab dia akan selalu kembali.



Seperti hujan, 

Kamu adalah titisan air yang melebat tiba-tiba, 

mengalir dalam anganku. 

Tak perlu takut jika angin 

melambungkanmu ke tempat lain 

sebab akan selalu kembali, 

bersamaku.



***

30 November 2015

Iga Bakar Madu






Malam tadi dia datang lagi, menjemput dan membawaku makan malam. Kami makan dalam diam, hanya suara denting sendok dan garpu beradu di piring dan samar-samar percakapan orang di meja sebelah. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, dia sibuk mengunyah iga bakar kesukaannya. Sudah berulang kali aku katakan padanya untuk tidak menghampiri dan menemui aku lagi. Semuanya harus segera diakhiri. Tetapi, malam tadi saat bersamanya ... melihat raut mukanya yang penuh bulir keringat akibat kepedasan, mendengar renyah canda tawanya ... aku merasakan luapan emosi. Aku menyerah atas nama ketidakberdayaan ... dan akhirnya aku memutuskan untuk memilih Iga Bakar Madu.

"Temanin aku makan, yuk!", ajaknya di suatu sore yang sedikit mendung. Gelapnya awan mulai menjatuhkan tetesan demi tetesan bulir air. Rasa lapar membuat kepalaku mengangguk, kujawab "Hayu!".

"Iga Bakar yah, mau?", tanyanya saat dalam perjalanan.

"Boleh."


Dua bulan namanya hadir dalam hidupku. Dua minggu perjalanan kisah hidupnya kuketahui. Ada sesuatu mengusik tentangnya yang membuatku penasaran. Rasa penasaran yang mengalahkan semua batasan-batasan dari aturan yang tidak tertulis. Gejolak perasaan memberanikan diri untuk melompat pagar yang bahkan seharusnya tidak boleh kusentuh.

"Sorry, barusan anak aku telepon. Sampai di mana tadi?", ucapnya lugas.

Kata-kata yang meluncur dari mulutnya terlalu lugas hingga ingin kuhiraukan. Tidak ada yang terselubung dan disembunyikan.

"Anak?" tanyaku mempertegas pernyataannya, "Namanya siapa? Umur berapa? Udah sekolah? Gimana kabarnya?", kuhujani dengan banyak pertanyaan untuk menutup kekikukan.


Tak pernah terbayangkan bahwa dia, pria gagah yang selalu renyah saat tertawa, yang selalu membuatku tertawa, yang begitu baik dan perhatian adalah seorang ayah, seorang suami. Pemilik dari hati seorang wanita yang sah. Entah apa yang telah merasuki hati dan pikiranku hingga selalu kuiyakan setiap ajakan makan malamnya, selalu kuangkat telepon darinya sampai kantuk menjelang, selalu kurindukan gelak tawanya, hangat peluknya, dan kecupannya. Selalu ingin bersamanya! Mengapa?

"Kalau aku ajak makan malam lagi, mau yah?" ujarnya setelah mengelap keringat diwajahnya.

"Ya, tergantung...." ucapku lirih.

"Tergantung apa?" tanyanya sambil memiringkan kepala, terlihat lucu di depanku.

"Kenapa harus aku yang menemani?"

"Karena kamu menyenangkan."

"Oh ..."

"Iya, serius!"


Aroma parfumnya masih melekat berbaur dengan aroma asap Iga selepas makan malam tadi. Meninggalkan resah yang menggelisahkan di relung hati hingga senyum selalu terkulum.
Senyum miris akan getirnya keadaan. Salahkah aku yang ingin bersamanya seutuhnya? Salahkah aku yang tak dapat mengendalikan perasaan?

"Nanti malam Iga Bakar, yuk?" ajaknya.

"Ngga ah."

"Loh kenapa? Udah lama ngga makan Iga. Kangen nih!"

"Kamu kan kangennya ama Iga Bakar. Ya makan aja sendiri!"

"Kan kamu tahu aku ngga suka makan sendiri. Kamu kenapa sih?"

"Udah lah, kamu mending nyari teman makan yang lain aja."

"Aku maunya kamu!"

"Tapi ... kenapa aku? Kamu itu suami orang ...."

"Ya terus?"

"Ya terus apa???? Emang kamu anggap aku ini apa???"

"Kamu pacar aku!"

"Kamu tuh!!!"


Hatiku pilu, nuraniku memberontak, perasaanku menggerogoti. Di dalam sana semuanya berbenturan dan menghimpit.

"Kenapa yah aku bisa sayang sama kamu?"

"Aku ngga tahu. Tapi aku ngga butuh sayang kamu."

"Aku ngga peduli."

"Aku yang peduli! Kamu itu bukan milik aku, kamu itu .... kamu tahu ngga sih perasaan aku? Posisi aku??"  

"Kamu cantik."

"Hah? Apa?"

"Kamu kalau marah gitu jadi tambah cantik."

"Aku lagi ngomong serius. Kenapa sih kamu ngga pernah berhenti becanda bentar aja."

"Karna aku ngga mau lihat muka kamu cemberut."

"Ya, jangan bikin aku cemberut dong!"

"Sini, aku cium dulu."


Begitulah setiap kali percikan muncul, dia selalu berhasil memadamkannya. Bodoh? Iya, aku membodohi diri sendiri akan kenyamanan yang dia tawarkan. Nyaman itu mahal tetapi dia selalu hadir dengan membawa rasa nyaman. Rasa yang selama ini kucari.

"Di sini kan terkenal Iga Bakar Madunya, kenapa kamu ngga pernah mau coba?"

"Karna aku masih bingung...."

"Pilih makanan aja bingung ...."

"Berisik ah!"

"Jadi, gimana? Mau yah aku pesenin Iga Bakar Madu, yah? Mau sampai kapan kamu menghindar terus? Masih kurang bukti apa lagi?"

Dihadapanku sekarang ada Iga Bakar Penyet dan Iga Bakar Madu. Menu yang aku pilih akan menentukan jalan hidup aku sekarang sampai entahlah hanya waktu yang pandai menjawabnya.

"Ayo, makan. Lapar nih! Pilih mau yang mana?" tanyanya santai sambil menyeringai.

Semalam, sebelum aku mengiyakan lagi ajakannya telah kuenyahkan segala bentuk protes dalam pikiranku terhadap sesuatu yang belum atau mungkin akan terjadi. Nyatanya aku tidak peduli lagi. Bendungan hati sudah membuncah. Terlalu lama mengikuti apa keinginan orang hingga kutepiskan apa yang menjadi inginku. Mungkin ini saatnya aku mengikuti apa kata hatiku sendiri. Mungkin ini salah, mungkin ... siapa yang tahu, siapa yang peduli.

"Keburu dingin Iganya ... kasian dia minta dimakan selagi panas!" ucapannya membuyarkan lamunanku.

Perlahan, tanganku memilih piring di sebelah kanan. Dia tersenyum, manis sekali. Kuambil Iga Bakar Madu.

"Selamat makan, sayang."


08 October 2015

Temani Langkahku


Ku senang bila diajak berlari kencangTapi aku takut kamu kelelahan 
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan


Sepenggal lirik yang dibawakan oleh Tulus masih menjadi lagu kesukaan saya sampai saat ini.
Judulnya sederhana, Sepatu. Liriknya begitu lugas ... tidak puitis yang mendramatiskan arti cinta. Tempo lagunya ringan tidak hingar bingar merusak pendengaran. Asyik didengarkan dalam berbagai situasi. Suaranya Tulus pun renyah, pokoknya saya suka lagu Sepatu titik

Dan saya memang penggemar sepatu.

Sedih rasanya kehilangan semua teman alas kaki akibat musibah kebakaran tempo hari. Teman setia yang menemani setiap langkah saya menghabiskan waktu setiap harinya. Kemarin ini iseng buka-buka lagi album foto sepatu di sosial media. Sebab memang suka posting foto sepatu sih. Sayangnya, ngga semua sepatu saya terupload. Hu hu hu .... 

Saya sedang dilanda rindu, rindu kepada mereka yang telah menemani setiap langkah saya.
Jadi, ijinkan saya mengenang keberadaan dan kebersamaan dengan mereka yah.


Miss you all, guys!

Si Kuning di Ciwidey


Si Biru di Gunung Halimun


Si Browny di Mason Pine


Si Creammy di Curug Pengantin

Si Silver di Tebing Kraton


Si Beige di Kampus


Beige & Black Pantofel



Kita sadar ingin bersamaTapi tak bisa apa-apa

Terima kasih yah kalian semua yang sudah dengan setia menemani setiap langkah saya. Betapa kebersamaan kita begitu eratnya. Layaknya sepasang kekasih yang tak sampai pelaminan, kisah kita harus berakhir dengan sedikit tragis. Bisa saja sih saya membeli sepatu yang sama untuk menggantikan keberadaan kalian. Namun, rasanya tak lagi sama. Seperti mantan pacar yang memiliki kisahnya masing-masing. Cukup dikenang sesekali saja, jangan keseringan. Tutup buku rapat-rapat simpan di tumpukan paling bawah dan laci terbawah, kunci, terus buang. Hi hi hi.

Terasa lengkap bila kita berduaTerasa sedih bila kita di rak berbedaDi dekatmu kotak bagai nirwana

Dan sudah saatnya saya melangkah maju ... Move On!!!
Pelan tapi pasti ... ini dia wajah baru si teman alas kaki.Mereka yang menemani setiap langkah saya.

Hai Belang


Ini Si Hitam Manis


Yuhu, Si Hitam Cantik


Hai, new Browny


Alam bekerja begitu cepat. Ketika saya sudah membulatkan tekad untuk melangkah maju tanpa perlu melihat ke belakang bahkan meliriknya ... Alam pun mendengar! Lemparkan semuanya kepada Alam, maka ia akan mendengar.

Dan mereka pun mempunyai hubungan pertemanan dengan sepatu baru lainnya. 

Si Hitam Cantik bersama Hitam Cantik lainnya


Khususnya si belang .... Ssttt, dia sudah menemukan teman untuk petualangan barunya. :)

Hari-hari si belang kini ditemani si coklat.

Aku sang sepatu kananKamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencangTapi aku takut kamu kelelahanKu tak masalah bila terkena hujanTapi aku takut kamu kedinginan


Si Belang dan Si "New" Coklat


*


SEjalan samPAi TUa


***


26 September 2015

Ngintip Apartemen Dago


D.A.G.O.

Kawasan Dago di Bandung bisa dibilang salah satu pusat aktivitas wisata belanja dan wisata kuliner. Di sepanjang Jalan Dago berjejer factory outlet, cafe, rumah makan, bahkan jajanan pinggiran jalan yang banyak dicari orang seperti; batagor, seblak, kue tete, dan fenomenal kue cubit rasa green tea.

Di Jalan Dago pula ada Rumah Sakit besar Swasta, Universitas Negeri Ternama, Sentra Bisnis dan Hotel tanpa bintang sampai bintangnya ada lima. Apalagi sekarang ini, cafe, hotel budget sampai apartemen pun sudah mulai menjamur di daerah Dago. Ada yang menyebut Dago itu kawasan emasnya Bandung. Kaum pemodal sudah melihat adanya peluang untuk mendapatkan keuntungan di daerah Dago mungkin saat kita masih dikandung badan. :D

Jiaah, telat dong! Ah, ngga juga kok! Ini teman saya usianya dibawah 40 tahun memulai bisnis usaha dibidang properti. Katanya sih masih kecil-kecilan, cuma menjual atau menyewakan apartemen saja. :O

Memang dasarnya kepo sih yah si saya jadi diajaknyalah saya main-main ke sana.

Dan saya pun mengajak kalian untuk ikut serta, mari .....



APARTMENT BEVERLY DAGO

Lobby


Kami ke lobby dulu untuk mengambil access card yang dititipkan di resepsionis. Setiap penghuni memang harus memiliki kartu akses ini biar ngga ada yang modus salah kamar kali yah. Hi hi hi.


Lift

Ini bentuk liftnya #Penting
Ya udah gitu aja.


Koridor


Smoke detector & CCTV



Dua foto di atas adalah foto koridor di lantai 3 yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran di kedua sisi ujungnya, smoke detector dan kamera CCTV. Sebagai korban yang rumahnya pernah kebakaran kedua alat tadi hukumnya wajib bagi saya apalagi di dalam sebuah hunian apartemen.

Jalur Evakuasi


Dan yang ngga kalah penting adalah jalur evakuasi! Ketika panik menyergap akal sehat ngga tahu disimpan di mana. Di sepanjang koridor terdapat info jalur evakuasi biar penghuni tahu harus ke mana kalau terjadi sesuatu seperti kebakaran atau gempa bumi.

Akhirnya sampai juga di kamar apartemennya, kita intip yuk dalamnya ada apa saja,

Tampak Dari Luar



Begitu pintu terbuka, saya disambut wewangian pohon cemara. 
Kamar tipe studio ini luasnya 34 m2. Yah, cuma sekamar saja. 
Kalau untuk keluarga sih ruangan segitu ngga akan cukup dan ngga nyaman.
Tapi, kalau untuk single .. hemp seperti saya ... atau pasangan muda suami istri sih cocok nih!


Tampak Dari Dalam


Ruangan sempit yang sudah dilengkapi dengan furnitur dan elektronik ini diatur sedemikian rupa agar terlihat lebih luas sehingga si penghuninya bebas bergerak dan berekspresi. #halah


Bathroom, Water Heater


Shower


Di kamar mandi sudah dilengkapi dengan Water Heater, Bandung kan dingin yah. Apalagi daerah Dago kan agak sedikit berada di dataran tinggi, jadi ngga ada alasan untuk malas mandi karena dingin!

Gimana jalan-jalannya?
Lumayan lah yah seru main-main ke kamar orang tanpa sepengetahuan orangnya. Hi hi hi.


Rak TV Set


Bedroom Drawer Set


Dalam setiap perjalanan selalu ada bagian best partnya dong!
Seperti saat kunjungan saya ke rumah teman di Puri Dago, Antapani best partnya terletak di area dapur. Lengkapnya di sini.

Best part dari main-main ke apartemen ini justru terletak di tempat tidurnya!
Ada headlamp led di dalamnya yang berfungsi sebagai lampu tidur juga. Terus ada lacinya ... ha ha ha ini keren menurut saya karena dari dulu pengen banget punya tempat tidur sekaligus tempat penyimpanan. Jadi, malam-malam kalau ngga bisa tidur, tinggal buka laci di bawah kasur, ambil buku. He he he.


Usaha yang berprospek banget yah mengingat lokasi apartemen ini sangat strategis, kemana-mana dekat soalnya.

Sekedar info, katanya mending bayar bulanan apartemen lebih mahal sedikit daripada bayar kostan atau kontrakan tiap bulan. Soalnya apartemen kan jadi Hak Milik, kalau kostan atau kontrakan? Barangnya lenyap tak bersisa. Biaya maintain pun tidak semahal biaya perawatan rumah kontrakan. Karena sudah jadi Hak Milik, maka si penghuni juga bisa sewain perhari, perminggu, perbulan, bahkan pertahun. 

Diajarinyalah saya cara berhitung yang dalam sekejap bikin kepala pening. Maklum, lulusan pariwisata jadi tidak begitu akrab dengan angka.

Anyway, teman saya ini mau jual apartemennya sebab butuh modal buat lanjut sekolah di luar negeri. Ngga mau kalah sama saya yang sudah lulus s2 katanya, tapi maunya di Australia, Bah!

Kalian berminat ikutan invest macam teman saya ini dengan membeli apartemennya?

Satu unit apartemen siap huni! Seperti yang kalian lihat sendiri unitnya sudah dilengkapi dengan furnitur, AC, Water Heater, TV, Kulkas, sampai Kompor. Tinggal bawa baju doang, he he he.

Kalau mau langsung kontak dia aja yah biar jelas, 

Ocha 0878.2288.0080


Sekian jalan-jalan hari ini. :D

*



15 September 2015

Feels Like Home

Punya temen kan? Pernah main ke rumahnya kan?
Ha ha ha Apaan sih!

Jadi ceritanya begini, kemarin sepulang kantor saya diajak ke rumahnya teman. Ya terus?
Suddenly, it feels like I'm at my own home.
Bahasa kerennya betah gitu.

Karena jujur, ngga setiap rumah teman yang saya kunjungi kesan pertamanya semenakjubkan itu! Ini agak anomali, saya pun terheran-heran sendiri. Kenapa yah?

Semalaman tadi kepala saya terus memikirkan hal itu. Halah, biar agak dramatis gitu, kan anaknya drama queen banget. He he he.

Keluarlah beberapa kemungkinan sebagai jawaban, di antaranya,
1. Mungkin, si penghuni rumah tidak membuat jarak dengan setiap tamu yang datang. Jarak yang dimunculkan oleh si empunya rumah tentu akan sangat berpengaruh bagi tamu. Kebetulan saja tamunya saya bukan debt collector

Tidak adanya jarak dalam artian keterbukaan tidak hanya dilihat dari keramahan tuan rumah tetapi dapat dirasakan dari tata ruangannya. Semuanya terasa pas di mata saya! Jadi ini yang saya lihat begitu pintu depan di buka ...


Ruang tamu dijadikan ruang kerja, dua meja untuk dua komputer lengkap dengan peralatan kantor lainnya. Di atas terdapat lukisan sebagai pemanis ruangan. Rak buku di sisi kiri atas mempercantik ruangan home office


Rak Buku Menumpuk

Percaya ngga? Percaya ajalah yah! Saya pernah save picture model rak jenis ini dari pinterest!
Baru masuk ruang tamu saja rasanya seperti masuk ke my future home lah.
Dibawah ini penampakan dari dalam ke arah ruang tamu.


Abaikan foto orangnya! Apalagi kakinya! Fokus ke ruangannya aja!

Ruang keluarga atau saya lebih senang menyebutnya ruangan bersantai disekat dari ruangan home office. Mungkin ini untuk memposisikan mana tamu formal dan tamu non formal. Oh, tentu saja saya termasuk ke dalam kategori tamu casual. :)


2. Self services. Terkadang ketika si tuan rumah berkata, "Mau minum apa? Ambil saja sendiri." yang terdengar dan diolah di dalam kepala adalah ini tuan ramah malas amat yah! Masa tamunya ngga dilayanin sih!
Balik lagi ke poin nomor satu, tidak ada jarak antara pemilik rumah dan tamu menjadikan si tamu betah. Coba ingat-ingat lagi deh pas kamu main ke rumah teman ada yang celetuk bilang, "Anggap saja rumah sendiri!".  Ada ngga? Kalau ngga ada saran saya kamu jangan sering-sering main ke rumahnya lagi yah! 
Hemp ... atau justru kamu sendiri yang ngga pernah ngomong gitu saat temanmu berkunjung? Hihihi.

Lelahnya bekerja seharian menatap layar monitor membuat tenggorokan terasa kering, haiyah! Rasa haus membawa langkah kaki saya ke dapur.

Bagi saya dapur adalah pusatnya segala aktivitas bermuara! Semua rasa dan cinta dipersatukan dalam ruangan yang bernama dapur, menghasilkan karya yang dapat membuat semua orang senang, lalu kenyang kemudian bego. :D

Terpana sepersekian detik, menggagumi kitchen set yang diatur sedemikian rupa. Sekilas tempatnya sangat kecil. Kecil mungil nan sederhana tapi begitu multifunction.
Nampaknya saya pernah save picture model dapur macam begini juga deh.


Kitchen Set

Mini Bar

Kegiatan Self Services

Hanging trash

Drawer Dish Rack

Dari semua ruangan, saya paling betah di dapur, semacam bakat terpendam kali yah. Ehe ehe ehe. 
Etadi sampai poin ke berapa yah? Gara-gara bahas dapur kepanjangan jadi lupa. Ah yah!


3. Nyaman. Kenyamanan merupakan kunci utama dari semuanya. Mau si penghuni ramah juga kalau tamunya tetap merasa tidak nyaman yah mana bisa betah.
Dan iya belum sejam juga saya sudah merasa sangat nyaman.


Leha-leha Time

Ngopi Time

Bener-bener feels like home ini rumah! Nampaknya saya akan sering-sering main ke sini deh!
Sayangnya, rumah ini akan DIJUAL. Hu hu huuuu sedih!
Ngga berani juga mau nanya dijual berapa ... tahu diri lah masih belum mampu!

Kalian penarasan ngga dengan ruangan yang lain? Kamar mandi? Kamar tidur?
Atau malah tertarik mau beli rumahnya?
Whuaa ... kan jadi saya masih bisa main-main lagi ke situ. Ehe ehe he.

Nih, foto lengkapnya bisa di lihat di sini



*

01 September 2015

Jantungnya Kota Bandung

Hai, kamu ... apa kabarnya?

Salam kenal dari Bandung untuk kalian semua yang ada ... di sana, di mana pun. Hari ini saya akan mengajak kalian melihat jantungnya dari sebuah kota.

Ibarat tubuh yang darahnya di pompa oleh kerja jantung ke seluruh tubuh begitu pun dengan alun-alun. Setiap kota pasti memiliki alun-alun! Sebab alun-alun adalah si jantung, sumber dari segala aktivitas yang memompa seluruh kota.

Alun-alun Bandung dari arah timur

Sebagaimana perannya sebagai jantung, pusat Kota maka tampilannya pun seharusnya dapat mewakili dari warga kota tersebut. Atau setidaknya dapat menjadi wadah segala aktivitas dari masyarakatnya. Pemerintah daerah di sini sadar betul akan pentingnya hal itu, maka beberapa tahun kemarin Alun-alun Kota Bandung punya wajah baru. Hidup Kang Emil!


Foto di ambil dari sini


Tuh, keren kan?
Kalian sadar ngga kalau alun-alun selalu berada di 0 km dengan tata letak sebelah barat terdapat Masjid Agung. Di belakangnya atau di sekitarnya terdapat pasar. Begitu pun dengan Alun-alun Kota Bandung. 

Foto di ambil dari sini


Tuh, cantik kan?
Masjid Raya Bandung ini diapit oleh dua menara dengan ketinggian 81 meter. Menara yang berfungsi sebagai pengeras suara dan salah satu atraksi wisata juga karena kamu bisa masuk dan naik ke menaranya untuk melihat kota Bandung.

Halaman Masjid yang luas dijadikan sebagai Taman Alun-alun, dilapisi oleh rumput sintesis seluas 4000 meter. Seru kan, bisa guling-guling di atasnya sambil bikin video "I feel free gituh". Hihihi.

Foto di ambil dari sini



Ada juga mainan untuk anak-anak walaupun seperti hiasan karena jumlahnya ngga sebanding dengan pengunjung yang datang. Tapi kalau kebanyakkan juga nanti kaya taman kanak-kanak. Oh, iya waktu saya ke sana terlalu terpukau dengan perubahannya dan sudah malam, malah foto sepatu yang kurang mewakili, nanti kamu malah bingung. Makanya foto di ambil dari sana dan sini biar kamu terbayang bagaimana wajah baru jantungnya kota Bandung.  

Banyak banget aktivitas yang dapat kamu lakukan di tempat ini, mulai dari foto-foto terus check-in dan di posting yah, eksis mah wajib!. Lumayan juga kan jadi media promosi gratis. He he he. Sampai mana tadi? Ya, selain foto-foto, bisa main petak umpet, bisa lari-lari, bothram juga bisa. Bothram itu piknik, bawa makanan sendiri terus makan rame-rame bareng keluarga. Atau sekedar mengamati karakteristik warga Bandung itu seperti apa, bisa juga. Ikut kegiatan di Masjid juga bisa. Dan tentu saja belanja .... mulai dari makanan, pakaian, sepatu, gelang, tas, sampai film bajakan juga ada. Adalah semua kebutuhan penting sampai ngga penting yang kayanya susah untuk ngga dibeli. Hehehe.

Sekedar saran sih, setiap kamu berkunjung ke Kota yang baru pastikan kaki kamu menginjak jantungnya kota tersebut. 

Eh, sudah pernah ke Bandung belum?
Sudah pernah ke Alun-alun Kota Bandungnya?

Kalau belum, darimana pun kamu ini saya kasih info rute menuju Alun-alun Bandung dari dua pintu masuk terbanyak,
1. Stasiun Bandung

Rute 1

Dari Stasiun kamu naik angkot warna hijau. Tunggu! Angkot di Bandung banyak sih yang warna hijau, jadi kamu harus lihat dan tanya sama supirnya untuk memastikan Jurusannya itu Stasiun Hall-Gedebage. Nanti berhenti tepat di alun-alunnya. Harganya sekitar Rp 3000-4000 kalau ngga salah yah. Maaf, jarang naik angkot soalnya.

2. Terminal LeuwiPanjang

Rute 2
Kamu cuma perlu naik satu kali Bis Damri dari situ, arah Leuwipanjang-cicaheum. Sudah berAC juga loh. Nanti berhenti tepat yang ada tulisan Alun-alunnya. Kalau soal harga saya belum update lagi, hihi.

Ngga mau ribet dan takut nyasar yah mending naik taksi atau pesan Gojek saja. 
Atau kamu pakai kendaraan pribadi dan dari pintu Tol Pasteur? 
Mending hubungi saya saja, siap jadi guide mengantar kamu ke jantungnya Kota, Alun-Alun Kota Bandung.

Ditunggu yah.

Sampai ketemu lagi dengan cerita Bandung lainnya di #30HariKotakuBercerita.


***