02 May 2014

Dongeng Sebelum Tidur, Sungai

"Mama, Aya pengin ketemu bidadari!" serunya ketika pulang sekolah.
"Kenapa Aya pengin ketemu bidadari?" tanyaku.
"Tadi Bu Guru cerita bidadari, katanya cantik sekali terus, terus selendangnya dicuri sama siapa sih, Mah? Laki-laki." ujarnya terbata-bata. 
"Jaka Tarub." jawabku.
"Iya, Mah. Jaka Tarub curi selendang bidadari, bidadarinya banyak ada tujuh mandinya di sungai, selendang dicuri satu bidadari ngga bisa pulang jadinya." ceritanya penuh semangat.
"Terus ...." tanyaku penasaran.
"Menikah, bidadari sama Jaka Tarub. Ada anaknya, cantik sekali. Terus, terus ketahuan dicuri-"
"Apa yang ketahuan?"
"Itu, Mah si Jakanya ketahuan curi selendang, bidadarinya marah terus pergi pulang ke langit."
"Oh, gitu? Terus anaknya gimana?"
"Hmpph di bawa juga ke langit. Bidadarinya sekarang kumpul, lengkap sama anaknya di sana." katanya sambil nunjuk ke atas.
"Jakanya gimana? Sendirian di bumi dong, kasian."
"Biar tahu rasa, Mah. Kan Tuhan bilang curi itu dosa, iya kan, Mah?"
"Terus, kenapa Aya pengin ketemu bidadari?"
"Aya pengin lihat cantiknya, sama anaknya bidadari. Mah, kenapa bidadari ngga mandi di sungai lagi?"

Kataku, "Aya pengin tahu?"
"Iya, Mah!"
"Nanti Mama ceritakan sebelum tidur yah. Sekarang Aya ngerjain peer dulu."

*

"Mah, Ayo cerita bidadari." rengeknya menjelang malam.
"Ayo, gosok gigi dulu, cuci tangan sama kakinya. Pakai piyamanya nanti Mama ceritain di kamar."

Belum juga selesai kalimatku, dia sudah lari ke kamar mandi. Chaya kecil selalu semangat bila mendengarkan orang bercerita. 

"Mamah, Aya sudah di kamar."

Lampu kamar aku matikan, hanya lampu tidur dengan hiasan kuda laut yang menerangi kamarnya. Kurebahkan diriku disamping tubuh gadis mungilnya, kuselimuti, kubetulkan posisi bantalnya agar dia merasa nyaman. Kurengkuh tubuhnya dalam pelukanku sambil menggengam jemarinya, mengepal, "Berdoa dulu yah".

Tuhan, terima kasih sudah menemani Aya sepanjang hari di sekolah, selamat sampai rumah, terima kasih atas nikmat yang diberikan. Tuhan, Aya mau bobo jaga Aya supaya tidak mimpi buruk.

AMIN.

"Sudah siap?" tanyaku.
"Siap!"
"Sekarang, dengarkan cerita Mama yah?"
"Iya."

Bidadari yang selendangnya dicuri Jaka Tarub itu namanya Nawangwulan. 

"Nawangwulan ...." potongnya berbisik sambil mengingat.

Ketika Nawangwulan tahu bahwa pencuri selendangnya itu adalah suaminya, Jaka Tarub dia merasa kecewa. Sambil membawa anaknya, Nawangsih.

"Nawangsih ...." lirihnya.

Mereka pergi ke khayangan, tempat bidadari berasal. Sebelum pergi, Nawangwulan berpamitan dulu karena biar pun merasa kecewa Jaka Tarub tetaplah suaminya, Ayah dari siapa namanya?

"Nawangsih ...." jawabnya.

Jaka Tarub menyesali perbuatan, setiap hari menjelang sore dia pasti pergi ke sungai tempat para bidadari biasa mandi. Bukan untuk mencuri selendang tapi supaya bisa melihat Nawangwulan, istrinya dan anaknya. Para bidadari selalu mandi di sungai yang terkenal dengan kejernihannya di desa itu, tapi mereka bukan Nawangwulan. Jaka Tarub sering menanyakan kepada mereka, "Ke mana Nawangwulan? Mengapa tidak ikut mandi bersama?". Bidadari yang tahu bahwa Jaka Tarub si pencuri selendang ketakutan dan segera pergi kembali ke khayangan. Penduduk desa mulai khawatir karena Jaka Tarub semakin kurus, sering ngelamun, dan bicara sendiri di pinggir sungai. Sampai akhirnya Jaka Tarub menghilang.

Ada yang bilang Jaka Tarub tenggelam, ada yang bilang dibawa bidadari ke khayangan, ada yang bilang dimakan buaya sungai, pokoknya macam-macam, dan tidak ada yang tahu ke mana Jaka Tarub hilang.

"Jaka Tarubnya hilang, Mah? Ke mana?" tanya penasaran.
"Dengarkan dulu."

Ketua desa mulai resah, mengumpulkan warga desa untuk mencari ke mana Jaka Tarub pergi. Setiap orang menyusuri sungai dari pagi hingga malam. Nah, saat menjelang sore itu mereka melihat para bidadari turun satu persatu dari khayangan untuk mandi di sungai. Para bidadari kaget karena banyak orang di sungai dan ketakutan selendangnya akan dicuri jadi mereka tidak jadi mandi di situ dan pergi kembali ke khayangan.

Warga melaporkan kejadian itu kepada ketua desa, 

"Semua ini perbuatan bidadari, Pak Kades!" seru lelaki yang berbadan besar.

"Saya lihat dengan mata kepala sendiri, bidadari itu pasti pelakunya!" kata lelaki yang kulitnya hitam, terbakar matahari.

"Kita harus menangkap semua bidadari sebelum ada warga yang hilang lagi!" teriak lelaki yang berkumis.

"Bagaimana cara menangkap bidadari yang bisa terbang?" tanya Pak Kades.

"Pakai Jaring!"

"Pasang perangkap!"

"Pak Kades, setiap sore bidadari-bidadari itu pasti mandi di sungai. Kita kotori saja sungainya biar mereka ngga bisa mandi lagi di sungai kita!"

"Tapi ...." Pak Kades ragu.

"Kotorkan sungai kita! Kotorkan sungai kita! Tolak bidadari! Kotorkan sungai!" seru warga.

Setelah selesai rapat, warga desa pun berduyung-duyung membuang segala macam sampah ke sungai yang airnya mulai kecoklatan. Menjelang sore, bidadari yang melihat air sungai menjadi coklat pun pergi mencari sungai jernih lainnya untuk mandi.

Warga desa pun merasa senang dan lega karena tidak akan ada bidadari yang mandi dan menganggu sungai desa itu. Kabar pun tersiar ke banyak desa bahwa sungai harus dikotori supaya tidak ada bidadari penggangu yang berani mandi di sungai.

Begitulah seterusnya, para bidadari turun dari khayangan mencari sungai jernih untuk mandi. Namun, berita sudah menyebar, semua penduduk di desa-desa membuang sampahnya di sungai. Tidak ada lagi sungai jernih tempat para bidadari mandi sampai sekarang.

Terdengar dengkuran halus, rupanya dia sudah terlelap. Kucium keningnya sambil berbisik, "Selamat tidur, bidadari kecilku."

***

Gambar dari sini