22 July 2013

Di Bawah Pohon

"Sudah makan?", tanyamu setiap kali aku mengajak ke pekarangan rumah kosong itu. Jika kujawab belum, kau akan melesat lari ke dalam rumah, mengendap-endap, lalu berlari ke arahku membawa bungkusan tertutup tissue. Kemudian kita berlari tertawa sesekali melihat ke belakang, takut Ibumu mengejar. Sama halnya jika kujawab sudah makan, kau tetap akan melakukannya. Tidak ada bedanya.

Kau akan memberikan bungkusan itu dan aku akan membukanya setelah napas kita kembali teratur. Saat pantat kita sudah mendarat di antara akar menyembul, di bawah pohon besar. Kadang kutemukan roti coklat, ayam, daging, atau makanan-makanan yang tak kuketahui namanya. 

"Kali ini kau bawakan aku apa?"
"Ini namanya burger. Enak dan mahal. Coba saja."
"Ayahmu sudah pulang yah?"
"Iya."

Ayahnya bekerja di kota. Selalu pulang sebulan sekali dan selalu membawakan makanan aneh yang enak. Dan kau selalu membaginya untukku. Dan aku akan menyisakannya untuk Ibuku. Ayahku juga bekerja di kota tapi tak pernah membawakan makanan aneh yang enak untukku atau Ibuku. Ayah tak pernah pulang.

"Hari ini kita belajar apa?" tanyaku dengan mulut penuh. 
"Hei, habiskan dulu makanan di mulutmu baru bicara."
"Tapi kau masih bisa mendengarku kan?"
"Nanti kau tersedak, kata Ibuku. Aku tak sempat membawa air."
"Ibumu pintar yah? Tahu tentang segala hal. Tidak seperti Ibuku."
"Itu karna Ibumu sibuk bekerja. Ayo, habiskan."
"Aku kenyang."

Burger yang tinggal setengah aku tutupi dengan tissue, untuk Ibu. Kau mulai mengeluarkan kertas dari tas ranselmu. 

"Hari ini kita belajar matematika lagi yah. Dan jangan menangis."
"Iya."

Kau selalu mengajariku apa saja yang kau dapatkan di sekolah. Minggu lalu aku menangis karna kau terus memarahiku yang tak juga hapal perkalian. Kali ini aku sudah belajar. Tujuh kali tujuh sama dengan empat sembilan saat menitipkan gorengan ke warung-warung. Sembilan kali sembilan sama dengan delapan satu saat membantu Ibu mencuci baju majikannya. Dua belas kali dua belas sama dengan seratus empat empat saat membantu Ibu menyetrika baju di majikan lainnya. Empat belas kali empat belas sama dengan seratus sembilan enam saat memetik jagung di ladang majikan Ibu yang lainnya.

"Wah, kau sudah pintar sekarang."
"Aku takut dimarahin lagi."
"Itu karna kau malas belajar."
"Sudah sore, nanti dicari Ibu."
"Kalo kau hapal sampai perkalian dua puluh, aku kasih coklat."
"Benar?"
"Iya."

Aku pulang lebih dulu, tak lama kau menyusul di belakang. Takut ketahuan Ibu.

"Ibu coba ini, enak." kataku sambil menyerahkan setengah burger yang tertutup tissue.
"Kau curi di mana?"
"Nemu!"
"Jangan bilang kau nemu di bawah pohon rumah kosong itu lagi! Dasar pembual. Sama seperti ayahmu."
"Tapi aku memang menemukannya di sana, Bu. Di bawah pohon."


***


Foto diambil dari sini

8 comments:

  1. kenapa burger? kenapa bukan siaomay? :(
    tapi aku sukak tulisan ini.. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karna aku lagi ngidam burger :P
      Heeheee makasih cyintah :*

      Delete
  2. haish. meremang ini tengkuk. :|

    ReplyDelete
  3. Persahabatan yang manis. Eva tulisan yang ini rapi. Suka deh ^_^

    ReplyDelete