26 August 2012

Sarapan di Taman


Pagi ini begitu indahnya, aku tidak pernah menyadari sebelumnya bahwa pagi hari selalu menyimpan keindahan tersendiri. Sinar matahari begitu merekah, pagi yang bermandikan cahaya surya nan cerah. Secercah cahaya masuk melalui bias kaca jendela yang tak pernah dibuka, namun dapat kurasakan betapa segarnya udara pagi. Samar terdengar kicauan burung bernyanyi menyambut datangnya pagi, bunga pun ikut bergoyang menarikan tarian selamat pagi.

“Hari ini Bapak mau makan buah apa?” Tanya anak bungsuku, yang selalu setia menemani sepanjang hari.
“Sudah lama Bapak ngga makan Gule Kambing.”
“Bapak belum boleh makan Gule. Hanya boleh buah-buahan saja, kata dokter.”
“Sate Kambing?.”
“Pak!”

Sudah seminggu aku di Rumah Sakit, si bungsulah yang selalu menemaniku. Si sulung bekerja di luar kota entah sudah sampai apa belum kabar tentang Bapak rentanya yang menjadi korban tabrak lari.

“Mas Yuda sudah tahu?”
“Sudah, Pak. Belum bisa ambil cuti banyak kerjaan. Mungkin akhir pekan baru datang.”

Sudah dua minggu aku di Rumah Sakit ini, si bungsu tidak lagi menemani sepanjang hari sebab jatah cutinya sudah habis. Kasihan dia, pasti lelah jika setiap hari harus mampir selepas pulang kantor. Si sulung masih belum datang juga. Kondisiku semakin membaik, mengapa mereka terus menahan kepulanganku, biaya rawat inap di sini pasti mahal.

“Mas Yuda ini Yudis. Kapan bisa pulang ke Bandung? Kondisi Bapak semakin kritis, cepat pulang, Mas. Takut ada apa-apa.”
“Kerjaanku belum bisa ditinggal! Kemarin kamu bilang ngga apa-apa.”
“Aku bilang itu supaya Mas ngga usah khawatir, biar lihat langsung keadaannya baru aku jelaskan semua.”
“Ya sudah jelaskan saja sekarang!”
“Kaki dan tangan Bapak patah, Bapak juga mengalami kebutaan, kata dokter karena trauma nanti setelah di operasi kemungkinan sembuh. Memar di sekujur tubuh dan selalu ada penyakit baru setelah tes darah. Jadi kapan bisa pulang?”
“Pelakunya sudah tertangkap?”
“Masih dalam penyelidikan kata polisi, sudahlah itu ngga penting! Bapak terus nanyain, jangan sampai kamu menyesal. Kita cuma punya Bapak!”
“Besok saya pulang!”

Pagi ini begitu indahnya, aku tidak pernah menyadari sebelumnya bahwa pagi hari selalu menyimpan keindahan tersendiri. Sinar matahari begitu merekah, pagi yang bermandikan cahaya surya nan cerah. Samar terdengar kicauan burung bernyanyi menyambut datangnya pagi, bunga pun ikut bergoyang menarikan tarian selamat pagi.

Taman dipenuhi padang rumput seperti permadani hijau. Selaras dengan kicauan burung nan merdu. Aku duduk di kursi kayu rotan, di hadapanku duduk seorang gadis yang kecantikannya begitu memukau. Ada dua kursi kosong di antara kami. Meja putih bersih tanpa noda penuh dengan makanan, salah satu menunya ada gule dan sate kambing. Kesukaanku. Tidak ada yang dapat membuatku lebih bahagia lagi daripada sarapan di taman dengan pemandangan nan elok.

“Sarapan dulu Mas” ujar gadis berparas cantik dalam balutan gaun putih bersih, istriku.


***




 Gambar dari sini

2 comments:

  1. sayangnya mulai banyak tulisan yg dibiarkan menggantung begitu saja
    apa gara-gara mengejar #WriterChallenge?
    sungguh sangat disayangkan apabila benar begitu..

    ReplyDelete
  2. Terima kasih sudah mampir. Sebagai pemula dalam bidang tulis menulis mengikuti #WriterChallenge merupakan ajang melatih menulis buat saya. Beberapa tulisan (sengaja) saya buat dengan Open Ending, jadi pembaca dapat menyimpulkan sendiri endingnya gimana. Entah itu bahagia, sedih, dan (mungkin) dalam "Sarapan di Taman" Anda menyimpulkan endingnya menggantung. Sekali lagi terima kasih atas masukkannya :)

    ReplyDelete