15 August 2012

Akhir Cerita Cinta


Sudah berjam-jam lamanya kami di tempat ini. Sebuah kedai kopi kecil dengan bangku kayu rotan yang tidak nyaman untuk duduk berlama-lama, menu makanan ala kadarnya, poster event kadarluasa yang masih menempel, belum lagi kebisingan kendaraan karena terletak di pinggir jalan. Tapi, kamu selalu memilih untuk bertemu di sini, “Kopinya enak!” alasanmu setiap kutanya mengapa tidak ke tempat lain. Bagiku semua kopi sama saja, hari ini aku malas berargumen dengannya, kuiyakan saja daripada kami malah berantem dan tidak jadi bertemu.

“Maaf, Mba-Mas kami mau last order. Ada tambahan pesanan?”
“Udah mau tutup yah. Kamu masih mau pesan?” tanyanya.
“Ngga, Makasih Mas”. Jawabku.

Aku melirik ke arah dinding, jam dua belas malam. Sudah empat jam kami bersama, berbasi-basi, ngobrol tentang keseharian. Jus stoberi pesananku masih setengah, sementara dia sudah menghabiskan dua cangkir kopi, kentang goreng tidak tersentuh, sudah dingin. Asbak dipenuhi puntung rokoknya, menandakan dia sedang gelisah.

“Sudah malam, sebentar lagi tutup. Pulang yuk!” rayuku.
“Ngga mau pulang!”
“Terus kemana?”
“Ngga tahu, pokoknya ngga mau pulang titik!” tangannya mengapit lenganku semakin erat.

Menggemaskan jika dia sudah merengek manja seperti ini. Rambut panjangnya dibiarkan terurai mengenai pahaku saat dia menyandarkan kepala dibahuku. Kubelai-belai halus.

“Besok datang?” tanyanya masih bersandar kebahuku.
“Maunya gimana?” kutanya balik.
“Terserah kamulah.”
“Kalau disuruh datang, aku pasti datang. Kalau ngga, yah mending dirumah.”
“Tuh kan! Kamu ngga pernah inisiatif dari dulu!” kembali menengakkan kepalanya dan menatap mataku lekat.
“Jadi maunya gimana?” tanyaku polos sambil merengkuhnya kembali kepelukanku.
“Coba saja ....” kalimatnya tidak selesai, tersedat.
“Lho ko malah nangis, jangan nangis. Besok matanya sembab jadi tidak cantik lho” tanganku menghapus air matanya.
“Sudahlah antarkan aku pulang!”
“Katanya ngga mau pulang?”
“Sekarang mau!”

Selama dalam perjalanan, tangannya memeluk erat di belakang, mungkin karena udara yang dingin.
Tiba-tiba dia minta diturunkan, padahal masih sekitar tujuh-enam rumah lagi.

“Aku turun di sini saja.”
“Yakin?”
“Iya”

Melepaskan helm dan menyerahkannya kepadaku. Rambutnya sedikit berantakan.

“Terima kasih yah sudah menemaniku malam ini.”
“Iya, sama-sama.” merapikan rambutnya.
“Langsung pulang?”
“Mungkin!”
“Kamu hati-hati yah.” menggengam tanganku sebentar kemudian pergi.
“Senja, sebentar!” langsung turun dari motor dan mengejarnya.

Memeluknya lama sekali, mencium keningnya.

“Selamat berbahagia. Selamat menempuh hidup baru. Dia memang lelaki pilihan orang tuamu yang beruntung. Sekali lagi selamat yah. Jangan nangis, nanti orang bertanya-tanya kenapa mata pengantinnya sembab.”

Berjalan menuju motor tanpa berpaling lagi ke belakang. Menyalakan Ipod, memasang aerphone, memakai helm, menuju entah kemana. Hari ini malas pulang!

Mengalun lagu Glenn Fredly - Akhir Cerita Cinta dalam playlist,

Kini harus aku lewati
Sepi hariku tanpa dirimu lagi
Biarkan kini ku berdiri
Melawan waktu tuk melupakanmu
Walau pedih hati namun aku bertahan

***

No comments:

Post a Comment