19 August 2012

Katakanlah Sekarang


Hai kamu, iya kamu yang sedang menatapku melalui kepulan asap rokok kretek. Tidak adakah suatu kata yang terucap dari bibir hitammu, karena terlalu sering merokok. Kata-kata yang menjadi tujuanmu mengajakku kemari hari ini. Untuk apa kau memakai kemeja terbaikmu, mengajakku ke kafe yang kita berdua tahu harganya tidak murah, jika hanya duduk diam saling menatap tanpa kata.

Kau pikir aku bodoh, tidak mengenali perasaanmu yang tertuju padaku?

Dari semua teman wanitamu yang banyak itu, mengapa aku yang paling sering mendapat pesan, telpon, dan kunjungan antar-jemput darimu? Perhatianmu yang berlebihan sudah menunjukkan banyak hal padaku hingga aku menyadari bahwa kau bukanlah sekedar teman dekat biasa.

Genggaman tanganmu yang hangat saat menyebrang jalan, yang juga tak terlepas saat kita sudah sampai di ujung jalan. Tangan kita yang menyatu di dalam kantung jaketmu saat malam-malam dingin kau mengantar aku pulang. Belaian lembut di rambut tepat di depan pintu rumah, sesaat sebelum kau pamit. Pesan singkat darimu yang mengatakan bahwa kau sudah sampai di rumah. Telpon mengantar tidur darimu karena kau tidak mau menutup telpon di saat kantukku tidak tertahan lagi. Salahkah aku jika mengartikan perhatianmu itu bukan sekedar perhatian teman dekat biasa?

Setahun lamanya kita berteman-amat-sangat-dekat, selalu bersama berdua, tidak juga ada kata-kata yang keluar dari bibirmu. Kata-kata yang meresmikan hubungan kita, aku memang bukan remaja belia usia belasan yang menunggu “ditembak” untuk dijadikan pacar. Tapi, kata-kata itu memang selalu kutunggu keluar dari bibirmu, untuk memperjelas statusku. Bilang saja aku keanak-anakan tapi kata-kata yang kutunggu itu menjadi pedoman bagiku.

Hingga hari ini, kau membawaku ke kafe mahal ini.
Sudah tidak ada makanan dan minuman yang tersisa, kau masih menutup mulutmu dengan rokok kretekmu. Dengan suasana kafe yang temaram, memakai kemeja terbaikmu, salahkah aku jika mengartikan perhatianmu itu bukan sekedar perhatian teman biasa?

Beberapa lampu mulai dimatikan, kursi-kursi di ujung sana sudah dinaikkan ke atas meja, masih belum ada kata-kata yang kutunggu dari bibirmu. Tagihan sudah dibayar.
Genggaman tangan saat berjalan ke parkiran, tangan yang menyatu dalam kantung jaket, dan akhirnya belaian halus di rambut saat kau pamit pulang.

Tanpa kata,
Aku tahu kau sedang menatapku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau ingin menghampiriku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau ingin berbicara dengan hatiku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau menyayangi aku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau mencintaiku.
Tapi, tolong katakanlah padaku sekarang.
Sebab, jika kau tidak katakan padaku hari ini,
Maaf, besok aku sudah menjadi pemilik hati yang lain.

***



No comments:

Post a Comment