08 February 2012

Pah, Aku Hanya Ingin Bilang ...

Pah, Aku ingin bilang sesuatu nie ... ingin curhat” kataku dalam hati, selalu dalam hati setiap saat ada masalah yang menganggu pikiranku. Tapi tidak pernah terucap sepatah kata pun saat kita sedang berhadapan. Entah lah mengapa hal itu bisa terjadi .. sepertinya lidah tiba – tiba menjadi kelu, semacam ada jarak yang membentang jauh diantara kita, kau sebagai orangtua dan aku yang hanyalah anak, titik.

Konon kata orang, anak perempuan biasanya dekat dengan ayah dan anak laki – laki dekat dengan ibu. Toh pada kenyataannya aku sebagai anak perempuan tidak mengalami kedekatan seperti itu. Atau mungkin defini kedekatan yang aku pikir salah? Beberapa teman khususnya teman perempuan sangat dekat dengan ayahnya. Pergi bersama hanya berdua, jalan – jalan berdua, makan berdua, bahkan sampai curhat pengalaman pribadi. Iyah definisi kedekatan yang seperti itu yang tidak aku dapatkan. Bagaimana mungkin bisa pergi bersama berdua, waktu papah sudah habis untuk bekerja.

Nah, ini bicara mengenai bekerja. Ternyata kita mempunyai konsep yang berbeda mengenai arti kata “kerja” ini. Dengan backgrond pendidikan, budaya, dan mindsetnya papah bekerja itu yah kerja di pabrik atau di kantor. Kerja dengan memakai seragam, pergi jam 8 pulang jam 5, libur di hari sabtu dan minggu, mendapat gaji setiap bulannya, THR di hari raya, bayar pajak dan asuransi. Iyah itu namanya baru kerja! Mindset seperti itu pula yang papah terapkan pada aku dan terus mendorong aku untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bekerja selama 7 hari setiap minggunya, bulannya, tahunnya. Disaat kami ke Gereja hari minggu papah sudah sibuk bekerja. Dalam satu minggu tidak bisa meluangkan waktu yang hanya beberapa jam untuk beribadah di hari minggu.

Maaf, mindset yang papah terapkan dari kecil itu perlahan terkikis bersamaan dengan bertambahnya usiaku. Mindset itu akhirnya menguap saat aku melihat, mendengar, dan merasakannya sendiri. Terlebih lagi setelah aku mengalaminya sendiri mindset itu dengan sendirinya menghilang.

Pah, aku hanya ingin bilang bahwa untuk apa bekerja mati – matian setiap harinya jika kita tidak punya waktu untuk bersama keluarga. Masih terngiang di kepalaku dulu papah dan mamah sering bertengkar. Mamah yang mengeluhkan papah hanya sibuk bekerja dan bekerja, selalu menomorsatukan pekerjaan. Iyah papah selalu berdalih pekerjaan itulah yang menghidupi kita sekeluarga sampai hari ini. Pekerjaan itu juga lah yang (mungkin) menjadi sebab bentangan jarak itu ada diantara kita.

Pah, aku hanya ingin bilang di dalam surat ini bahwa aku tidak ingin menjadi seperti papah yang sudah menghabiskan sisa hidup papah untuk bekerja. Setelah pensiun apa yang didapat selain uang pensiun yang pada akhirnya akan habis dalam hitungan hari saja. Aku tidak ingin selamanya bekerja untuk orang lain. Justru orang lain lah yang bekerja untuk kita.

Pah, aku hanya ingin bilangpercayalah terhadap anak perempuanmu ini”. Setelah pertengkaran semalam yang berujung protes keras dan gebrakan meja. Aku jadi berpikir, berpikir dan berpikir.
Apakah aku harus mengikuti kemauan papah untuk bekerja layaknya orang bekerja di kantor? Atau ... Apakah aku harus bersikukuh terhadap pendirian aku dan membuktikan pada papah bahwa aku bisa dan akhirnya aku akan berhasil?

Pah, aku hanya ingin bilang bahwa ada pekerjaan lain di luar sana ... pekerjaan yang bisa kita kerjakan di rumah ... pekerjaan yang tidak menyita banyak waktu ... pekerjaan yang tidak mengharuskan kita bangun pagi ... pekerjaan yang tidak menganggu waktu ibadah kita di hari minggu ... pekerjaan yang papah bilang hanya main – main ... pekerjaan aku sekarang.

Pah, aku hanya ingin bilang itu.

No comments:

Post a Comment