18 June 2013

Karena Kedai Ini

"Penat nih! Kerjaan numpuk. Nongkrong di mana kek, yuk?"
"Di mana? Cafe biasa mau?"
"Ngga ah! Bosan. Pengin cari suasana baru."
"Di Cafe Satu?"
"Mahal!'
"Cafe Dua?"
"Jauh!"
"Cafe Tiga?"
"Ngga enak makanannya!"
"Cafe Empat?"
"Mahal, jauh, ngga enak, pelayanannya jelek lagi!"

Hampir setengah jam berlalu, dia masih saja menyebutkan cafe-cafe yang sudah pernah kami datangi. Rasa bosan yang disertai rasa lapar adalah racikan sempurna untuk menaikkan kadar kekesalan. Kalau saja dia tidak punya kesabaran tingkat dewa mungkin malam itu akan kami habiskan dengan saling mengumpat dan diakhiri dengan saling diam untuk jangka waktu yang, yang hanya waktu yang tahu.

"NGGA MAU AH! ARGGGGG!!!"
"Sok kamu mau makan apa? Jadi, bisa kita tentukan tempatnya."
"Ya apa deh."
"Ya apa deh itu apa?"
"Terserah!"
"Gini aja deh. Kita jalan dulu aja ya kali nanti nemu tempat yang kamu mau."
"IYA."

Ada keheningan menyelinap saat kami memasuki mobil. Entah karena nada bicaraku yang tinggi tadi entah sebab dia berkonsentrasi di tengah padatnya arus kendaraan. Tak lama mobil melambat.

"Kedai ini baru buka kayanya, mau nyobain ngga?"
"Tempatnya kecil gitu!"
"Katanya mau suasana baru, bosan ngafe. Kita ngedai aja lah yah."
"Hemmpp, tapi ...."
"Yuk!"

Oke, tempat ini memang kecil mungkin hanya dapat menampung kurang lebih tiga puluhan orang. Harganya pun murah soal rasa dan porsi yah lumayan, namanya juga kedai. Yang menarik dari Kedai Ini justru terletak pada kesederhanaan dan keramahannya. Serasa ngopi di rumah sendiri. Walaupun menunya kurang bervariasi namun tempat ini punya kopi yang enak.

"Jadi, ada apa denganmu hari ini?"
"Ada apa gimana maksudnya?"
"Aku kehilangan keceriaanmu."

Kalimat yang baru saja terlontar darinya membuat bendungan yang kubangun untuk menyimpan segala kepahitan masa lalu luluh lantak. Berkeping-keping semua pecah di hadapannya. Kenangan yang selalu menjerat, menyeret, memberatkan langkahku tuk maju ke depan. Sayup-sayup terdengar alunan musik.

If you ever find yourself stuck in the middle of the sea
I'll sail the world to find you.
If you ever find yourself lost in the dark and you can't see
I'll be the light to guide you.

"You can count on me like one, two, three. I'll be there and I know when I need it." Dia bernyanyi sambil menunjukkan jemarinya mengikuti alunan lagu.

"I can count on you like four, three, two. You'll be there."  Sambungnya lalu menghapus air mataku.

"Cause that's what friends are supposed to do."  Aku pun ikutan dengan suara lirih.

"Oh yeeaahh ooohhh oooohhh yeah yeah."  Kami pun bernyanyi tertawa bersama.

Hubungan kami semakin lama semakin dekat. Dia membuat aku menjadi orang yang lebih terbuka. Aku lebih bebas mengekspresikan perasaanku karena saat itu Kedai Ini memutar lagu "Count on Me"nya Bruno Mars.

***

"Kamu masih mikirin mantan kamu yah?"
"Ngga, kenapa memangnya?"
"Raut muka kamu jadi keruh soalnya."
"Ngga kok, kerjaan aja lagi numpuk."
"Tiap kali kamu ngomong kerjaan itu kamuflase kamu mikirin mantan kamu. Semua orang juga tahu."
"Ngga!"
"Ngga apa?"
"Ngga semua orang tahu, cuma kamu aja."
"Tuh kan! Apa bagusnya dia sih?"
"Dia pinter main gitar."

Salah jika pikiranku masih berkutat dengan masa lalu. Kamu memang telah mengubahku menjadi pribadi yang lebih terbuka. Namun, tidak semudah itu melepas semua kenangan yang masih melekat di dalam pikiranku, hati aku. Hingga sebulan kemudian dia mengajak aku ke Kedai Ini lagi.

"Ngedai lagi yuk, udah lama ngga ke sana?"
"Hayu!"

Pelayan baru saja meletakkan pesanan kami di atas meja saat terdengar petikan lagu,

Hidupku tanpa cintamu,
Bagai malam tanpa bintang.
Cintaku tanpa sambutmu,
Bagai panas tanpa hujan.
Jiwaku berbisik lirih,
Kuharus milikimu.

Dia langsung mengambil gitar yang memang sengaja disediakan oleh Kedai Ini untuk para pengunjung kedai dan mulai bernyanyi mengikuti,

"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku. Meski kau tak cinta kepadaku, beri sedikit waktu. Biar cinta datang karena telah terbiasaaaaa. Na na na naaaa ngga hapal lagi liriknya na na naaaaaa ...."

"Sejak kapan kamu bisa main gitar?"

"Sejak sebulan yang lalu, Sudikah dirimu untuk kenali aku dulu na na na naaa."

Malam itu, sebelum aku turun dari mobil. Kukecup pipi kanannya karena di Kedai tadi dia telah menyanyikan lagu "Risalah Hati" Dewa 19 yang membuat hatiku resah namun terselip rasa bahagia.

***

"Sudah setahun kita jalan kaya gini, hubungan tanpa status. Kenapa kamu selalu menolak?"
"Hubungan kita ngga akan pernah berhasil! Ngga ada jalan keluar."
"Kita ngga tahu ke depannya kaya gimana kalau ngga di coba! Kamu masih kepikiran untuk balikan sama mantan kamu?"
"Ngga, bukan itu."
"Terus apa? Jelaskan karena aku ngga ngerti kenapa kamu ngelakuin ini. Aku udah cukup sabar nungguin kamu selama setahun. Kurang apa aku? Kasih tahu biar aku ngerti."
"Kamu ngga kurang apa-apa. Masalahnya .... masalahnya ...."
"Masalahnya apa? Kalau kamu ngga sayang bilang sekarang. Liat mata aku, ngomong sekarang!"

Pertengkaran pertama kami di Kedai Ini setelah menjalani hubungan tanpa ikatan. Bukan maksud mempermainkan perasaannya hanya saja hubungan ini tidak akan mengarah ke mana-mana, tidak bermasa depan. Andaikan dia tahu betapa aku teramat menyayanginya, mencintainya. 

"Katakan, apa masalahnya? Aku kurang baik, mapan? Orang tuaku tidak sekaya orang tua mantanmu?"
"Bukan .... bukan itu. Andaikan aja ...."
"Apa? Andaikan aja apa?"

Kebetulan yang mengerikan karena Kedai Ini memutar lagu-lagu lama dan mengalunlah lagu,

If God had a name what would it be?
And would you call it to his face?
If you were faced with Him in all His Glory
what would you ask if you had just one question?

"Ada kenangan apa kamu dengan lagu ini?"
"Hah?"
"Kamu bisa bohongin orang-orang sekitarmu sesuka hatimu. Tapi kamu ngga bisa nyembunyiin sesuatu dari aku. Terlihat jelas dari raut mukamu ada sesuatu di lagu ini, kan?"

What if God was one of us?
Just a slob like one of us
Just a stranger on the bus
Trying to make his way home?

"Andaikan aja kita seiman ...."

Kalimat itu terucap dengan lirih namun terdengar jelas di telinganya. Dia hanya diam, mukanya memerah karena meredam amarah.
Dia pun pergi meninggalkan aku sendiri di Kedai Ini yang memutar lagu "One of Us" Joan Osborne

and yeah, yeah God is great
yeah yeah God is good 

***

"Jadi ini kedai yang sering kamu omongin itu? Lumayan juga tempatnya."
"Iya."
"Harganya murah banget."
"Iya."
"Eh, tau kan minggu depan Ami mau nikah? Ngga nyangka yah padahal baru tuh pacarannya."
"Iya."
"Kenapa sih iya iya iya mulu."
"Ngga."
"Sakit?"
"Ngga."
"Terus kenapa?"
"Andreas yang ngajak aku ke Kedai Ini."
"Aisyah, sudahlah."
"Banyak kenangan di tempat ini tentangnya."
"Bukannya kamu juga tidak menginginkannya?"
"Bukan begitu, hanya saja ...."
"Tidak ada kabar darinya?"
"Semenjak kejadian itu dia menghilang. Aku pun enggan mencarinya."
"Kamu tahu kan dia anak pendeta? Apa kata Umi apa kata Abi nanti kalau tau."
"Memangnya kenapa kalau anak pendeta? Memangnya kenapa kalau mereka tau?"
"Kamu tau jawabannya kan?"
"Kenapa sih agama menjadi hal yang sangat merumitkan? Bukankah Tuhan itu tetap satu yah?
"Sudah Aisyah, sudah ...."
"Harusnya aku bisa melakukan sesuatu!"
"Apa yang kamu lakukan sudah benar. Pertahankan. Jangan menyerah pada perasaanmu."
"Kamu ngga tau betapa hancurnya perasaan aku lihat Andreas pergi dari tempat ini dengan muka merah padam dua bulan lalu. Harusnya aku ngejar dia, harusnya aku bilang sesuatu, harusnya aku .... harusnya aku ...."

Salimah, sepupuku langsung memelukku erat karena tangisku membuncah. Samar aku mendengar sebuah lagu mengalun.

I won't give up on us
Even if the skies get rough
I'm giving you all my love
I'm still looking up

"Salimah, kamu dengar liriknya!"
"Iya Aisyah."
"Aku harus pergi sekarang."
"Kamu yakin? Kamu tau apa kamu lakuin?"
"Ngga pernah merasa seyakin ini! Eh, aku pinjem mobilmu sekalian bayarin yah. Luv u sistah."
"Aisyah Aisyah .... "

Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untukku.

"Mas, minta bill. Eh, ini lagunya siapa, Mas?"
"Yang ini? Yang lagi diputar? Adera judulnya Lebih Indah."
"Oh, kalau lagu sebelum yang ini?"
"Saya cek playlistnya dulu ya, Mba."

*

"Lagunya Jason Mraz judulnya I won't give up. Ini billnya, Mba."

Semuanya disebabkan karena Kedai Ini memasang lagu yang sesuai dengan suasana isi hati Aisyah. Dasar Aisyah.

***


2 comments:

  1. Isu dari cerpen ini menarik. Ceritanya mengalir. Sisipin lagu menjadi salah satu kekuatan cerpen ini.

    Tapiii....
    1. Ketidak konsistenan dalam penggunaan kata "Tidak" dan "ngga" dalam percakapan langsungnya
    2. Coba itung deh berapa banyak kata "ngga" dalam cerpen ini? Buanyakkkk banget untuk tulisan sependek ini.
    3. Mulailah merapikan tanda baca :D
    4. Kata "ngga" lazim dipakai itu "enggak" (sudah EYD) atau nggak :D

    Maaf eaaa ni yang komen bawel bener

    ReplyDelete
  2. whuuueee komen pujiannya cuma 1 kalimat disimpen di awal pulak. sisanya revisian semuaaaa ...

    *noted

    terima kasih eaaaa

    ReplyDelete