08 December 2015

Yang Tak Pernah Terselesaikan


"Bangsat! Punya otak ngga sih pakai motor! Bikin bahaya orang!"

"Yank?"

"APA?"

"Muaach ...."

Emosinya mereda, makiannya terhenti, dan kami pun tertawa bersama kepulan asap dari knalpot bis di hadapan kami.


"Aku tuh paling ngga suka kalau dibelakang bis gini! Mana susah lagi mau nyalip!".

"Yank?"

"Iyaaaa, muuaach juga!"

"Bukan ih!"

"Terus apa?"

"Aku sayang kamu."

"Hahahahaa, iya aku juga sayang kamu banget nget nget.", ucapnya dengan merapatkan gigi atas dan bawah.


Si dia memang pria yang kadar emosinya sudah jebol! Gampang banget terpancing emosinya. Pernah yah suatu kali kami sedang bicara serius, prihal topik apanya saya lupa, tapi sakin seriusnya kami ngobrol ditengah-tengah obrolan dia bilang gini,

"Bentar yah, aku keluar dulu." pamitnya sopan.

"Mau kemana? Aku belum selesai ngomong!"

"Itu berisik banget suara knalpot digerung-gerung gitu, kecakepan amat tuh orang, ngga nyadar apa ganggu orang, bikin polusi udara, polusi kuping, aku kan jadi ngga konsen denger kamu ngomong, bentar yah aku marahin dulu tuh orang."

"Muaacch ...."

Emosinya turun kembali, tidak meledak-ledak, tidak jadi ngedatangin dan marahin orang itu, dan pembicaraan kami pun tidak terselesaikan karena kami terlalu sibuk saling berciuman dan berpagutan.

Sebenarnya bukan hal yang sulit sih menghadapi dia. Walaupun emosinya mudah sekali meledak seperti gas 3 kg yang sering diberitakan di media, namun di sisi lain mudah pula untuk meredamnya. Semacam putri malu yang jika disentuh sedikit saja maka akan malu-maluin eh mengatup, menutup daunnya. Iya, ngga percaya? Jadi waktu itu saya pernah bikin salah, apa yah tepatnya lupa, kira-kira kejadiannya seperti ini ...

"Kamu ngebetein hari ini!", ucapnya ketus menatap lurus ke depan tanpa mengindahkan hadirku di depannya.

"Iya, maaf yah. Akunya lupa, akunya khilaf, akunya ngga nyadar, akunya gituin kamu, maaf yah."

"Kenapa kamu kaya gitu?""

"Iya aku gitu karena memang begitu, maksudnya ngga gitu tapi yah gitu lah.", ucapku sambil memelas, merayu, kutarik-tarik ujung lengan kemejanya, "Lihat apa sih? Segitu salahnya yah aku sampai ngga mau lihat aku?"

"Apaan sih gitu, gitu, gitu mulu.", protesnya sambil menahan senyum, "Ngga, ngga mau lihat muka kamu!" lanjutnya.

"Iya udah atuh yah, jangan marah, nih cubit aku kalau kesel.", kuarahkan tanganku kearahnya dengan sukarela sebagai pelampiasan kekesalan dia. Namun, rupanya gerakanku yang tiba-tiba mengagetkannya hingga tangannya menyenggol gelas kopi yang masih panas, dan tumpahannya jatuh secara membabi buta ke bawah meja yang mana terdapat pahaku.

Dan adegan selanjutnya adalah dia sibuk meminta maaf sambil mengambil lembaran tissue untuk membersihkan tumpahan kopi di celana saya. Terus kebeteannya? Loh, memangnya dia pernah bete sama saya yah???

Ah ha ha ha, memang banyak hal yang yang tak pernah terselesaikan saat bersamanya. Seperti tulisan ini pun saya bingung bagaimana menyelesaikannya. 

Ah, saya ada ide!

Bagaimana kalau biarkan saja tetap seperti ini, menjadi yang tak pernah terselesaikan.


***







No comments:

Post a Comment