23 October 2012

Aroma Malam


Tidak selamanya perpisahan itu meninggalkan luka. Tidak selamanya perpisahan itu adalah akhir dari segalanya. Aku buktinya!

Berpisah denganmu adalah jalan keluar yang terbaik bagi kita. Baik bagiku dan baik bagimu. Sudah, percaya sajalah! Lagipula itu kan yang selalu kamu ucapkan bahwa aku adalah yang terbaik untukmu dari baik yang pernah ada. Aku selalu tahu bagaimana cara mengejar apa yang aku inginkan. Aku selalu tahu dan aku selalu bisa. Sedangkan kamu hanya berkutat pada pemikiran tentang mimpi-mimpimu tanpa ada niat untuk berani mewujudkannya. Lalu serta merta menyalahkan aku atas ketidakberdayaanmu.

Aku bisa kapan saja meninggalkanmu, tapi apakah kau bisa pergi dariku?

Tidak ada rasa cinta untukmu lagi, suamiku. Kamu yang sudah mengkhianati cinta kita. Aku sudah muak pada cinta yang mengeluarkan aroma seperti bangkai. Busuk!

__

“Kalau aku punya anak nanti, kamu mau anak perempuan apa laki-laki?” tanyaku sambil bersandar pada dadanya yang bidang.

“Mau perempuan atau laki-laki sama saja. Asal jangan banci! Duh, ngga kebayang nanti dia bilang papa minta uang jajan cyinnn.” Ujarmu sambil mengelus-elus rambutku.

“Jadi kamu yakin mau nikahi aku?”

“Yakin! Kamu itu yang terbaik yang pernah ada.”

“Masa?”

“Iya, aku butuh kamu. Kita percepat saja tanggalnya yah.”

“Lah, kenapa?”

“Aku takut.”

“Takut kenapa?”

“Takut nanti kamu berubah pikiran.”

__

“Kayanya aku telat bulan ini.”

“Ko bisa?”

“Ko nanyanya ko bisa? Ya bisalah! Udah hampir setahun kita nikah kali.”

“Ah, masak aja belum bener apalagi ngurus anak.”

“Mulai sekarang harus hemat, mulai ngumpulin uang buat biaya lahiran. Katanya kalau di operasi bisa puluhan juta.”

“Ya kalau ngga ada duitnya gimana? Ngga usah paksain.”

“Makanya direncanakan!”

“Kamu tuh jadi istri nuntut terus kerjaannya.”

“Bukan nuntut itu kan bagian dari tanggung jawab kamu sebagai suami.”

“Sudah ah. Susah dapat ide kalau diam di rumah. Hari ini aku nginap di kantor saja yah bareng sama anak-anak lain juga.”

“Oh mau nginep. Besok pulang kan?”

“Belum tahu”

__

Seminggu lamanya dia menginap di kantor tanpa mau dihubungi apalagi dihampiri. Sesibuk itu kah pekerjaannya? Tidak memperkenankan istrinya sendiri berkunjung, sekedar melihat keadaannya. Alasan yang dilontarkannya sungguh tidak masuk akal, supaya dia merasa rindu padaku. Sudah seminggu berlalu, pulang ke rumah hanya untuk menukar pakaian kotor dan mengantinya dengan yang bersih. Seminggu yang menjadi sebulan. Rupanya rindu tak jua kunjung menghampirinya.

Sebulan penuh lamanya dia tidak menunjukkan batang hidungnya. Aku pun enggan menghubunginya apalagi jika harus mencarinya.
Pekerjaanku sebagai editor di majalah fashion sudah cukup menyita keseharianku dan kesunyian sudah bersahabat karib denganku. Terbiasa dengan kesendirian.
Walaupun dalam lubuk hatiku terus saja bertanya-tanya, apakah memang harus begini hidup sebagai sepasang suami-istri, apakah dengan hidup terpisah tanpa kabar darimu akan memunculkan rasa rindu yang selalu dia nantikan. Jika memang ini yang membuat dia bahagia, maka aku rela menjalaninya. Karena kamu adalah suamiku.

Tiba-tiba dia datang membawa tumpukan baju kotor beserta surat perceraian.

Apa pun alasan yang kamu kemukakan aku terimakan, pada akhirnya.
Bahwa aku hanyalah sebuah batu sandungan untuk mencapai impianmu.
Impian yang kau sendiri pun takut untuk mewujudkannya. Impian untuk menjelajahi hutan-hutan yang belum terjamah, mendaki gunung-gunung yang belum tersentuh, samudra yang belum terselami. Dengan meninggalkan semua realita yang sudah kita bangun bersama.
Aku hanya seonggok daging dalam pundakmu, membebanimu dalam tiap langkahmu.
Membicarakan dan membayangkan akan hadirnya sosok buah hati saja sudah membuatmu pusing kepala. Hanya tuntutan dan tuntutan yang ada di dalam pikiranmu. Jika kau bisa membuka mata hatimu itu adalah tanggung jawab. Adakah tujuan lain dari menikah selain mempunyai anak dan melihat pertumbuhan anak dengan masa depan yang gemilang?
Dan aku hanyalah seorang perempuan bodoh yang sayangnya telah kaunikahi, yang sialnya tidak mampu mendampingi menggapai impianmu, yang justru lebih memilih bersanding dengan realita.

Entah bermalam-malam kulalui dengan mata sembab dan hidung yang memerah. Menangisi hidupku dan waktu yang terbuang sia-sia untuk mencoba membahagiakanmu. Mengapa dia merasa tidak bahagia hidup denganku bahkan saat usia pernikahan kami belum mencapai dua tahun umurnya?

Ada sesuatu yang kosong merasuki sukmaku namun membuatku bernapas lebih lega. Menyadarkanku satu hal bahwa nyatanya kau memang tidak siap untuk menjadi seorang suami yang bertanggung jawab. Tidak layak untuk menjadi seorang ayah yang dapat mengayomi anak-anaknya kelak.
Selama ini hidupku diselimuti dan terbuai oleh aroma menyengat yang keluar dari tiap kata-kata yang kau janjikan. Menutup hidung dan akal sehatku sakin sengit aromanya. Menjauhkanku dari aroma lain yang nyatanya lebih semerbak mewangi. 

Surat perceraian sudah di tangan. Sebulan kemudian kamu datang dengan wajah brewokan, rambut acak-acakan tak terurus, perut bunyitmu menghilang, dan kusut nan kucel kemejamu. Kamu datang meminta maaf memohon ampun. Gadis lugu yang kau temukan dan kau anggap mampu mengiringi langkah menuju mimpimu itu nyatanya tidak selugu dan sebodoh pikiranmu. Sudah berapa banyak hartamu yang berhasil diraupnya hingga mengenaskan keadaanmu dan membawamu kembali padaku?
Aku maafkan setiap kesalahanmu tanpa perlu mengampuni. Pergilah jauh dari rumahku, badanmu mengeluarkan aroma tajam menusuk-nusuk hidungku, busuk.

Karena malam ini aku hanya ingin mencium angin semilir malam yang tertiup melalui dahan pohon. Aromanya menenangkan jiwa, menghanyutkanku, membawaku pada rasa kenyamanan yang tak pernah bisa aku dapatkan sebelumnya, khususnya darimu.




Kepadamu, tak pernah aku membawa cinta.
Percayalah, cinta hanya akan mengkhianati kita pada akhirnya.
Bau menyengat menusuk hidung hingga relung hati,
Hanya karena cinta telah padam.
Jangan pernah datang membawa cinta untukku.
Cinta sudah membusuk dan kubuang jauh ke sungai sepi.
Biarkan aku menikmati aroma malam
yang menentramkan gemuruh hatiku.


***

Teruntuk seseorang di sana, jangan menangisi bau busuk.
Buang jauh semuanya itu.
Peluk erat.


4 comments:

  1. she deserves to get a better man... :)

    ReplyDelete
  2. Er... speechless. Bukan karena ceritanya yang memukau, karena ... ah sudahlah. hehehe. anyway, nice story. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks yah Lia ehmpp mungkin itu disebabkan oleh hmppp ah sudahlah :P

      Delete