05 July 2012

Menjadi Ibu


Ada yang sedang menanggalkan pakaianmu satu demi satu
Mendudukkanmu di depan cermin dan membuatmu bertanya,
“tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini?”
Ada yang sedang diam diam menulis riwayat hidupmu
Menimbang nimbang hari lahirmu, mereka reka sebab kematianmu
Ada yang sedang diam diam berubah menjadi dirimu
(Metamorposis oleh Sapardi Djoko Damono)

***
“Say, nanti kalau sudah menikah aku ingin tinggal di rumah yang besar. Lantai dua. Dengan dapur yang besar menyatu dengan meja makan, agar aku dapat memasak yang enak-enak dan banyak. Kamu kan banyak makannya” ujarnya manja sambil bersandar padaku.

“Iya .. iya”

“Terus, aku ingin kamar kita dan kamar anak-anak berdekatan di lantai dua. Warna catnya, warna tirainya nanti aku yang pilih yah. Pokoknya kamu terima beres.” Lanjutnya.

“Iya .. iya”

“Kamu kok cuman iya-iya aja sih. Komentar dong, apa kek.” Gerutunya.

“Yah, pokoknya kamu aja yang atur semuanya yah. Aku kan tinggal terima beres, seperti katamu. Hehehee” lalu ku kecup keningnya agar dia tidak banyak bertanya.

Kami memang belum lama berpacaran, satu tahunan kurang lebih. Tapi, aku serius menjalin hubungan dengannya. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat ini. Hatiku yakin bahwa memang dia orangnya yang pantas dijadikan istri dan ibu untuk anak-anak kami.

Mengenalnya seperti mengenang almarhrum ibuku yang sudah meninggal lima tahun yang lalu. Sayang, dia tidak sempat bertemu. Banyak kesamaan di antara mereka yang aku yakin akan mempererat hubungan menantu-mertua. Mulai dari warna kesukaan, makanan, cara mengatur pekerjaannya, perhatiannya, dan yang mengagetkan adalah rasa masakannya hampir sama dengan ibu.

Menjelang pernikahan, semua persiapan di urusnya sendiri dengan telaten. Dia sangat menyukai hal-hal detail yang disusunnya terlebih  dahulu dan bekerja secara sistematis. Aku hanya sesekali ikut nimbrung sekedar menanyakan proses dan membantu seadanya. Pekerjaanku di kantor sudah cukup banya menyita waktuku.

“Say, besok kita harus fitting baju lho. Kemeja dan kebaya sudah jadi. Kamu ada waktu ga?”

“Besok yah? jam berapa?”

“Jamnya nyamain sama jadwal kamu. Bisa kan keluar sebentar, minta ijin bos. Aku sudah ga sabar pengen lihat bajunya!”

“Setelah jam makan siang lah. Besok ada meeting di luar juga cuma belum dapat kepastian jam berapanya.”

“Ya sudah besok kabari aku yah, say.”

Hari itu kami berdua pergi ke Pucha Collection untuk fitting baju. Betapa kagetnya aku melihat kebaya yang akan digunakannya. Kebayanya sama seperti punya Ibu. Kebaya yang Ibu jahit sendiri untuk hari pernikahannya, kebaya yang dipakainya saat aku wisuda. Tak mungkin aku lupa model kebayanya, warnanya. Kebaya yang sama. Hanya saja sekarang bukan Ibu yang memakainya.

“Say, ga suka model kebayanya yah?”

“Say ... Say, SAY!”

“Eh ... ngga kok”

“Kok kamu diam aja kaya yang ngga suka, kalau ngga suka dengan modelnya ga apa-apa masih bisa dirombak kok.”

Ngga, ngga usah ... bagus kok terlalu bagus. Sempurna ....”

***

Alhamdulillah, prosesi Akad Nikah dan Resepsi siang tadi berjalan lancar.

Selama bersanding dengannya di pelaminan aku merasa bahwa Ibulah yang di sampingku mengenakan kebaya kebanggaannya. Apalagi di tambah ayah yang menatap pacar yang sudah menjadi istriku dengan penuh kerinduan. Belum lagi sanak saudara yang mengatakan betapa miripnya dia dengan Ibu.
Setelah selesai resepsi, malamnya semua saudara berkumpul di rumah kontrakan baruku, rumah kontrakan yang akhirnya kudapatkan sesuai dengan permintaannya, lantai dua dengan dapur yang besar. Rumah yang cukup besar untuk kami berdua.

Malam ini kami bukan sepasang kekasih lagi.
Malam ini kami adalah sepasang suami – istri.
Malam ini aku tidak ditemani oleh guling lagi.
Malam ini aku ditemani istriku yang manis.

***

Pagi ini, tidurku terusik dengan cahaya silau yang menyeruak ke dalam kamar. Matahari.

 “Ayo bangun say sudah siang, mau tidur sampai jam berapa?” ucap istriku sambil membuka gorden kamar.

Aku bangun terperanjat seketika!

Ibu selalu datang ke kamarku diam-diam lalu membuka gorden kamarku dengan sekali tarikan sambil berkata, “Ayo bangun mas sudah siang, mau tidur sampai jam berapa?”

***

No comments:

Post a Comment