21 June 2012

In Memoriam DryVa



Sudah sepuluh tahun nama DryVa tercipta dan menjadi bagian dalam hidup saya. Singkatan nama antara anDry dan eVa. Nama yang indah bukan? Dan kita (dulu) bercita-cita akan menamakan setiap anak yang terlahir dengan nama Dryva.

Empat  tahun pertama, Dryva tumbuh besar dalam balutan kasih sayang dan cinta yang melimpah. Dia selalu ada di antara saya dan kamu, kita.

Memasuki tahun kelima, Dryva mulai kehilangan arah. Dia tidak bersama kita lagi, kadang dia menjadi bayangan bersama segala kesibukan saya atau hanya berdiam diri menemani kamu bersama teman-temanmu. Dia kesepian di antara kita.
Dia ingin memilih dan mencari jalannya sendiri karena dia bosan melihat kita yang berlari di tempat.
Dia kecewa terhadap janji-janji yang berulang kali teringkari.
Dia tidak bahagia akan jeruji dan pasung yang mengikatnya.
Dia berhenti tertawa lepas dan hanya senyum simpul pada orang terdekatnya.
Dia memedam kata-kata dalam hatinya hingga berkarat.
Dia ingin terbebaskan.

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput,
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini,
Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput,
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
(Hatiku Selembar Daun oleh Sapardi Djoko Damono)

Dia ingin sendiri, tanpa saya, tanpa kamu, tanpa kita.
Tapi dia masih bertahan hingga usianya memasuki sepuluh tahun.

***

Lima tahun terakhir ini tak henti-hentinya dia memohon dan berteriak “ingin bebas, ingin lepas”. Kamu yang selalu bersikeras mempertahankannya dan saya yang selalu membiarkannya pergi. Untuk apa mempertahankannya jika kita berdua sudah tidak sanggup lagi memeliharanya. Jangan menahannya dan memberinya makan dengan kebencian, kecurigaan, kecemburuan, kemarahan, dan keterbatasan. Biarkan dia pergi dengan membawa sisa cinta yang ada. Setidaknya masih ada kenangan manis yang dapat dia ingat di antara kita.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Aku Ingin oleh Sapardi Djoko Damono)

Sayangnya, cinta tidak sesederhana itu Tuan Sapardi.
Saya ingin dicintai dengan kata-kata manis sebelum kayu menjadi abu.
Saya ingin dicintai dengan segala isyarat sebelum awan menjadi hujan.

Cinta tidaklah sesederhana itu ...

***

Walaupun akhirnya kita sepakat melepaskan dia pergi, tapi dia selalu setia tetap hadir di antara kita.
Saya yang tak ingin lagi bertatap muka dengan kamu kembali dipertemukan olehnya dalam suatu kondisi yang mengiris hati.

Tiga bulan lamanya kita tidak bertemu. Tapi dia membuat saya bertahan selama tiga hari lamanya berdiam di dalam Rumah Sakit, menunggumu semalaman yang meringis kesakitan.

Masih ingat kah dirimu dengan kata-kata sesumbar yang kamu ucapkan dengan penuh emosi beberapa bulan yang lalu?

“Apa yang sudah kamu alami selama lima tahun terakhir ini, biar saya ikut mengalaminya juga! Bahkan berkali-kali lipat sakitnya! Biar saya yang menanggungnya sekarang!” katamu sarat emosi.

Tiga tahun yang lalu, saat masih belajar naik motor saya mengalami kecelakaan. Ruas-ruas jari kaki kanan mengalami dislokasi, pergeseran ruas-ruas jemari kaki.

Setahun yang lalu, saya di tabrak hingga kelingking tangan kanan patah.

Dan tahun ini, kamu di tabrak motor hingga tiga jari kaki kananmu patah, jempol tangan kanan patah, dan kelingking tangan kananmu putus setengah ruas.

 

Kata-kata yang kamu ucapkan beberapa bulan itu menjelma menjadi kenyataan. Kata yang hanya selewat terucap yang bahkan tidak kamu mengerti arti di dalamnya hingga kecelakaan itu pun terjadi.

Entahlah, mengapa dia mempertemukan kita dalam kondisi kamu yang sedang terpuruk.

Semalaman menjagamu di dalam rumah sakit, melihat keadaanmu yang begitu menderita, menyadarkan satu hal penting dalam hidup saya.
Kita tidak bisa lagi bersama bukan karena keadaan keluargamu, bukan karena status sosialmu, bukan karena kondisi fisikmu, bukan karena saya tidak mencintaimu lagi, bukan karena saya membencimu, bukan karena ada sosok yang lain, bukan ....
Tapi karena kita mempunyai mimpi yang berbeda.
Mimpi kamu berada di sisi kiri sedangkan mimpi saya ada di sisi kanan.
Selama ini kita selalu berlari di tempat, tepat di persimpangan jalan.
Sudah saatnya kamu melangkah ke kiri dan saya berjalan belok ke kanan.
Biarkan Dryva tepat berjalan lurus ke depan hingga tiba saatnya nanti kita dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik pastinya, saat mimpi kamu dan saya sudah tercapai.

Terima kasih sudah menemani sepuluh tahun lamanya dalam hidup saya. 
Tiba saatnya melepaskan kepergian DryVa.

***






No comments:

Post a Comment