Hai kamu, iya kamu yang sedang menatapku melalui kepulan
asap rokok kretek. Tidak adakah suatu kata yang terucap dari bibir hitammu,
karena terlalu sering merokok. Kata-kata yang menjadi tujuanmu mengajakku
kemari hari ini. Untuk apa kau memakai kemeja terbaikmu, mengajakku ke kafe
yang kita berdua tahu harganya tidak murah, jika hanya duduk diam saling
menatap tanpa kata.
Kau pikir aku bodoh, tidak mengenali perasaanmu yang tertuju
padaku?
Dari semua teman wanitamu yang banyak itu, mengapa aku yang
paling sering mendapat pesan, telpon, dan kunjungan antar-jemput darimu? Perhatianmu
yang berlebihan sudah menunjukkan banyak hal padaku hingga aku menyadari bahwa
kau bukanlah sekedar teman dekat biasa.
Genggaman tanganmu yang hangat saat menyebrang jalan, yang
juga tak terlepas saat kita sudah sampai di ujung jalan. Tangan kita yang
menyatu di dalam kantung jaketmu saat malam-malam dingin kau mengantar aku
pulang. Belaian lembut di rambut tepat di depan pintu rumah, sesaat sebelum kau
pamit. Pesan singkat darimu yang mengatakan bahwa kau sudah sampai di rumah. Telpon
mengantar tidur darimu karena kau tidak mau menutup telpon di saat kantukku
tidak tertahan lagi. Salahkah aku jika mengartikan perhatianmu itu bukan
sekedar perhatian teman dekat biasa?
Setahun lamanya kita berteman-amat-sangat-dekat, selalu
bersama berdua, tidak juga ada kata-kata yang keluar dari bibirmu. Kata-kata
yang meresmikan hubungan kita, aku memang bukan remaja belia usia belasan yang
menunggu “ditembak” untuk dijadikan pacar. Tapi, kata-kata itu memang selalu
kutunggu keluar dari bibirmu, untuk memperjelas statusku. Bilang saja aku
keanak-anakan tapi kata-kata yang kutunggu itu menjadi pedoman bagiku.
Hingga hari ini, kau membawaku ke kafe mahal ini.
Sudah tidak ada makanan dan minuman yang tersisa, kau masih
menutup mulutmu dengan rokok kretekmu. Dengan suasana kafe yang temaram,
memakai kemeja terbaikmu, salahkah aku jika mengartikan perhatianmu itu bukan
sekedar perhatian teman biasa?
Beberapa lampu mulai dimatikan, kursi-kursi di ujung sana
sudah dinaikkan ke atas meja, masih belum ada kata-kata yang kutunggu dari
bibirmu. Tagihan sudah dibayar.
Genggaman tangan saat berjalan ke parkiran, tangan yang menyatu dalam kantung jaket, dan akhirnya belaian halus di rambut saat kau pamit pulang.
Tanpa kata,
Aku tahu kau sedang menatapku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau ingin menghampiriku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau ingin berbicara dengan hatiku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau menyayangi aku.
Tanpa kata,
Aku tahu kau mencintaiku.
Tapi, tolong katakanlah padaku sekarang.
Sebab, jika kau tidak katakan padaku hari ini,
Maaf, besok aku sudah menjadi pemilik hati yang lain.
***
No comments:
Post a Comment