Inspirasi, ide, ilham … itu datangnya darimana – mana. Setiap lirikan mata, setiap dengungan bunyi, setiap gerakan, setiap napas yang berhembus, setiap malam yang berteman dengan sepi.
Terkadang aku menulis dengan kecepatan tinggi tanpa berhenti jika c ide hadir semalaman.
Malam yang berubah menjadi terik lalu senja dan kembali malam.
Atau saat malam – malam yang sepi di kala jiwa mulai merasa kekosongan.
Berdiam, mematung, menutup mata, mempertajam indra pendengar.
Mencoba mendengar malam dan melihat sepi.
Siapa tahu c ide bersembunyi di sana.
Selalu kutemukan c ide di sana saat malam menjadi selalu sepi.
Ini sudah malam ketiga dan dia belum datang juga.
Mulai khawatir ....
Mulai bosan berteman dengan malam tanpa kehadirannya.
Malam tetap sepi.
Namun c ide tak kunjung datang.
Jika Anda menemukan dia.
Tolong, sampaikan salam hangat dari aku.
Sudah kusediakan kopi untuknya.
Segeralah datang sebelum kopinya menjadi dingin.
Malam ini pun aku berteman dengan sepi.
Masih menanti mu ….
Kau tak akan pernah tahu kelembutan dalam cangkir cappuccino, jika kau belum pernah merasakan kepahitan dalam kopi hitam. #CappuccinoSenja
17 July 2011
MALAM BERTEMAN SEPI
Label:
meracau,
Pernak-pernik Harian
CABE
Merahnya menarik hati
Kadang dia menyala api
Kadang dia meneduhkan
Jangan tertipu olehnya
Karena sama - sama menipu
Mereka hanya pemanis dalam menumu
Tapi, tidaklah lengkap tanpa warna keceriannya
Hati – hati saja, setelah piringmu bersih.
Kau akan sering – sering mengunjungi toilet!
Kadang dia menyala api
Kadang dia meneduhkan
Jangan tertipu olehnya
Karena sama - sama menipu
Mereka hanya pemanis dalam menumu
Tapi, tidaklah lengkap tanpa warna keceriannya
Hati – hati saja, setelah piringmu bersih.
Kau akan sering – sering mengunjungi toilet!
Label:
cabe,
Pernak-pernik Fiksi,
Puisi
13 July 2011
Kebaya Punya Cerita
Sore itu, langitnya agak mendung seperti hari ini, betapa indahnya. Saya duduk di teras rumah menunggu anak semata mayang yang baru berusia 8 tahun pulang dari sekolahnya. Di kejauhan terlihat sosok gadis belia bersama ibunya. Mereka mendekat dan mulai memasuki pekarangan. Mereka meminta saya untuk menjahitkan kebaya pengantin untuk pernikahan si gadis, 3 bulan lagi.
Obrolan pun dilanjutkan di ruang kerja saya dengan teh dan kue ala kadarnya. Kami terlibat diskusi seru untuk menentukan bahan dan detail lainnya. Terlihat bahwa dia sudah memikirkan dengan matang apa yang diinginkannya, dia bicara dengan penuh semangat; "aku ingin memakai kebaya modern, kebaya model gaun yang panjang, dengan garis leher rendah, memanjang saja jangan model V-Neck karena sudah banyak model itu, ujung lengannya melebar dengan motif layer lalu di atas lengannya dibuat seperti sayap hingga berakhir di dada". Berhenti sejenak dan memandangi saya takut dianggap berlebihan. Saya tersenyum dan menjawab, model yang bagus kok, teruskan. Dia pun meneruskan, "Bagian bawahnya dibiarkan melebar dan jika berjalan akan seperti menari-nari di atas lantai. Bagaimana? Apakah sulit, tante?" Tidak, tentu saja tidak.
Setelah dia mendengar bahwa saya menyanggupi, wajahnya semakin bahagia, nampak seperti anak kecil yang diberi permen setelah dia belajar seharian. Mereka pun pulang dengan rasa tidak sabar ingin melihat sketsa desainnya. Akhirnya, anakku pulang, tak sabar mendengar ceritanya tentang kejadian di sekolah. Setelah mengurus rumah, anak, dan suami. Saya kembali ke ruang kerja saya, mencoba melukiskan apa yang ada dalam benak si gadis dan menambahkan sedikit untuk mempercantik desainnya. Entah sudah berapa kertas yang ku buang, entah ini sudah jam berapa, akhirnya selesai juga.
Dua hari kemudian, mereka datang lagi, menagih desain sketsa kebayanya yang tentu saja sudah kusiapkan. Mereka terlihat sangat puas. Diskusi kami lanjutan dengan pemilihan bahan; satin dan organdi tentu saja akan sangat indah dan menawan. Tile dan brokat, mungkin sedikit payet jangan terlalu banyak sebagai hiasan untuk mempercantik di sekitar leher.
Setelah itu, kami, saya dan sang gadis mencari bahan untuk kebayanya. Dia sangat ingin menemani saya dan terlibat dalam pemilihan bahan dengan tukang kain. Bukan karena dia tidak percaya saya akan manipulasi harga, tetapi dia ingin menjadikan kebaya ini adalah kebaya terbaiknya yang akan dia pakai hanya sekali seumur hidup. Sayang, dia tidak mengerti tentang jahit-menjahit sehingga dia ingin melihat dan merasakan proses awal sampai akhir.
Selama satu bulan penuh gadis ini selalu datang ke tempat saya, melihat bagaimana saya memotong kain, mengguntingnya membuat pola, menjahitnya satu per satu. Perlahan dia mulai membantu saya, yah sekedar membereskan sisa potongan kain, mengambilkan benang, memasukkan benang, memotong kain yang berlebih, atau sekedar bermain dan membantu anak saya mengerjakan tugas sekolahnya. Dia, pelanggan yang merangkap sebagai asisten walaupun saya sudah punya 4 orang asisten di rumah.
Menginjak bulan kedua, dia mulai jarang datang. Mungkin karena disibukkan dengan persiapan yang lainnya. Tentu saja saya mengerti. Hanya saja ada rasa kehilangan karena dia selalu menemani dan membantu saya setiap harinya sebulan kemarin.
Kebayanya sudah setengah jadi, hanya tinggal memasang payet dan fitting ulang supaya pas ukurannya. Beberapa kali saya telepon nomor yang dia berikan; tidak pernah ada yang mengangkat, beberapa kali pula saya kirim pesan; tidak pernah ada balasan. Dia sudah berpesan pada saya, jangan dulu pasang payetnya karena dia ingin melihat, belajar, dan memasangnya sendiri. Ini memang momen berharga bagi dirinya, saya mengerti, namun jika harus menunggu kabar darinya saya justru takut kebaya ini tidak akan selesai tepat pada waktunya.
Seminggu tidak ada kabar.
Dua minggu masih tidak ada kabar.
Akhirnya, saya memutuskan untuk mulai memasangnya dan menyelesaikannya. Saya meminta kepada asisten saya untuk mendokumentasikannya, siapa tahu saja tiba-tiba gadis itu datang. Jadi saya tinggal menyerahkan rekamannya sehingga dia tetap tidak kehilangan satu momen pun dalam proses pembuatan kebaya ini.
Satu bulan lagi adalah hari pernikahannya, saya mulai gelisah. Kebaya telah selesai, menanti untuk dipakai sang empunya. Saya gantung dengan rapi di ruang kerja saya. Bangganya saya melihat desain hasil karya buatannya.
Tiga minggu menjelang, saya benar-benar gelisah. Betapa bodohnya saya dulu, hanya menanyakan nomor teleponnya saja, tidak meminta alamat lengkap dan data lainnya.
Kalau sudah kejadian seperti ini baru teringat betapa pentingnya sekedar bertanya tentang alamat rumah pelanggan. Kekhawatiran saya bukan soal pembayaran; memang baru setengahnya yang sudah dibayarkan, namun lebih kepada perasaan si gadis. Sinar matanya yang begitu hidup saat pertama kali datang ke rumah saya sore itu, semangatnya yang menggebu-gebu saat memilih bahan kebayanya sendiri, kesetiaan dan kesabarannya menemani dan menunggu tiap proses pembuatan kebaya itu.
Sudah puluhan kebaya yang saya jahitkan untuk para gadis menjelang hari besarnya, ulang tahun, wisuda, pertunangan, dan pernikahan. Semuanya berjalan dengan lancar dan berlalu begitu saja. Berbeda, saat menjahitkan kebaya gadis ini, seperti menjahitkan kebaya untuk anak sendiri. Semangat yang terpancar membias menjadi semacam energi tambahan untuk saya. Cinta yang terpancar menjadi aura magis setiap sulaman benang.
Tiga minggu menjelang, masih belum ada tanda kehadirannya. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Apakah pernikahan mereka ditunda, dibatalkan? Apakah terjadi masalah dengan calon suaminya atau berseteru dengan keluarganya? Hal-hal semacam itu memang sering terjadi saat menjelang pernikahan. Cinta yang berakhir di pelaminan memang sering dideru dan didera masalah untuk ujian mental mereka nantinya. Pernikahan bukan hanya sekedar mengucap janji, pesta resepsi pernikahan, akan tetapi sebuah tanggung jawab yang dipikul bersama.
Terkadang saya yang terkena imbasnya, ada beberapa kebaya tak bertuan yang menjadi penghias etalase rumah saya. Tolonglah, saya tidak ingin menjadikan kebaya gadis ini menjadi salah satu pajangan di etalase, kebaya tak bertuan. Kebaya - kebaya dalam etalase itu mempunyai ceritanya sendiri; ada yang tiba-tiba merasa tidak berjodoh dan membatalkan pernikahannya; ada yang tidak mampu membayar setelah kebayanya selesai jadi terpaksa saya menyewakannya; ada pula yang mendadak menemukan penjahit lain yang mungkin lebih murah sehingga kebayanya ditinggalakan begitu saja. Setiap kebaya mempunyai ceritanya sendiri. Kebaya punya cerita.
***
Sore ini, langitnya mendung, saya duduk di teras seperti biasa menunggu anak saya pulang sambil membaca koran yang tak sempat dibaca pagi tadi. Hari Senin selalu menjadi hari paling sibuk. Membaca berita di koran atau melihatnya di televisi justru malah membuat semakin depresi, betapa manusia itu semakin jahat akhir-akhir ini. Tapi ada satu foto yang nampaknya familiar, samar-samar terlihat seperti foto gadis itu. Aku membaca judulnya,
Tanganku mendadak gemetaran, langsung lari mencari kalender.
Tiga bulan yang lalu, saya dan gadis itu melingkari kolom tanggal di kalender itu,
10-10-10, menandainya dengan spidol merah, The Wedding Day.
12 juli 11
02.20
Obrolan pun dilanjutkan di ruang kerja saya dengan teh dan kue ala kadarnya. Kami terlibat diskusi seru untuk menentukan bahan dan detail lainnya. Terlihat bahwa dia sudah memikirkan dengan matang apa yang diinginkannya, dia bicara dengan penuh semangat; "aku ingin memakai kebaya modern, kebaya model gaun yang panjang, dengan garis leher rendah, memanjang saja jangan model V-Neck karena sudah banyak model itu, ujung lengannya melebar dengan motif layer lalu di atas lengannya dibuat seperti sayap hingga berakhir di dada". Berhenti sejenak dan memandangi saya takut dianggap berlebihan. Saya tersenyum dan menjawab, model yang bagus kok, teruskan. Dia pun meneruskan, "Bagian bawahnya dibiarkan melebar dan jika berjalan akan seperti menari-nari di atas lantai. Bagaimana? Apakah sulit, tante?" Tidak, tentu saja tidak.
Setelah dia mendengar bahwa saya menyanggupi, wajahnya semakin bahagia, nampak seperti anak kecil yang diberi permen setelah dia belajar seharian. Mereka pun pulang dengan rasa tidak sabar ingin melihat sketsa desainnya. Akhirnya, anakku pulang, tak sabar mendengar ceritanya tentang kejadian di sekolah. Setelah mengurus rumah, anak, dan suami. Saya kembali ke ruang kerja saya, mencoba melukiskan apa yang ada dalam benak si gadis dan menambahkan sedikit untuk mempercantik desainnya. Entah sudah berapa kertas yang ku buang, entah ini sudah jam berapa, akhirnya selesai juga.
Dua hari kemudian, mereka datang lagi, menagih desain sketsa kebayanya yang tentu saja sudah kusiapkan. Mereka terlihat sangat puas. Diskusi kami lanjutan dengan pemilihan bahan; satin dan organdi tentu saja akan sangat indah dan menawan. Tile dan brokat, mungkin sedikit payet jangan terlalu banyak sebagai hiasan untuk mempercantik di sekitar leher.
Setelah itu, kami, saya dan sang gadis mencari bahan untuk kebayanya. Dia sangat ingin menemani saya dan terlibat dalam pemilihan bahan dengan tukang kain. Bukan karena dia tidak percaya saya akan manipulasi harga, tetapi dia ingin menjadikan kebaya ini adalah kebaya terbaiknya yang akan dia pakai hanya sekali seumur hidup. Sayang, dia tidak mengerti tentang jahit-menjahit sehingga dia ingin melihat dan merasakan proses awal sampai akhir.
Selama satu bulan penuh gadis ini selalu datang ke tempat saya, melihat bagaimana saya memotong kain, mengguntingnya membuat pola, menjahitnya satu per satu. Perlahan dia mulai membantu saya, yah sekedar membereskan sisa potongan kain, mengambilkan benang, memasukkan benang, memotong kain yang berlebih, atau sekedar bermain dan membantu anak saya mengerjakan tugas sekolahnya. Dia, pelanggan yang merangkap sebagai asisten walaupun saya sudah punya 4 orang asisten di rumah.
Menginjak bulan kedua, dia mulai jarang datang. Mungkin karena disibukkan dengan persiapan yang lainnya. Tentu saja saya mengerti. Hanya saja ada rasa kehilangan karena dia selalu menemani dan membantu saya setiap harinya sebulan kemarin.
Kebayanya sudah setengah jadi, hanya tinggal memasang payet dan fitting ulang supaya pas ukurannya. Beberapa kali saya telepon nomor yang dia berikan; tidak pernah ada yang mengangkat, beberapa kali pula saya kirim pesan; tidak pernah ada balasan. Dia sudah berpesan pada saya, jangan dulu pasang payetnya karena dia ingin melihat, belajar, dan memasangnya sendiri. Ini memang momen berharga bagi dirinya, saya mengerti, namun jika harus menunggu kabar darinya saya justru takut kebaya ini tidak akan selesai tepat pada waktunya.
Seminggu tidak ada kabar.
Dua minggu masih tidak ada kabar.
Akhirnya, saya memutuskan untuk mulai memasangnya dan menyelesaikannya. Saya meminta kepada asisten saya untuk mendokumentasikannya, siapa tahu saja tiba-tiba gadis itu datang. Jadi saya tinggal menyerahkan rekamannya sehingga dia tetap tidak kehilangan satu momen pun dalam proses pembuatan kebaya ini.
Satu bulan lagi adalah hari pernikahannya, saya mulai gelisah. Kebaya telah selesai, menanti untuk dipakai sang empunya. Saya gantung dengan rapi di ruang kerja saya. Bangganya saya melihat desain hasil karya buatannya.
Tiga minggu menjelang, saya benar-benar gelisah. Betapa bodohnya saya dulu, hanya menanyakan nomor teleponnya saja, tidak meminta alamat lengkap dan data lainnya.
Kalau sudah kejadian seperti ini baru teringat betapa pentingnya sekedar bertanya tentang alamat rumah pelanggan. Kekhawatiran saya bukan soal pembayaran; memang baru setengahnya yang sudah dibayarkan, namun lebih kepada perasaan si gadis. Sinar matanya yang begitu hidup saat pertama kali datang ke rumah saya sore itu, semangatnya yang menggebu-gebu saat memilih bahan kebayanya sendiri, kesetiaan dan kesabarannya menemani dan menunggu tiap proses pembuatan kebaya itu.
Sudah puluhan kebaya yang saya jahitkan untuk para gadis menjelang hari besarnya, ulang tahun, wisuda, pertunangan, dan pernikahan. Semuanya berjalan dengan lancar dan berlalu begitu saja. Berbeda, saat menjahitkan kebaya gadis ini, seperti menjahitkan kebaya untuk anak sendiri. Semangat yang terpancar membias menjadi semacam energi tambahan untuk saya. Cinta yang terpancar menjadi aura magis setiap sulaman benang.
Tiga minggu menjelang, masih belum ada tanda kehadirannya. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Apakah pernikahan mereka ditunda, dibatalkan? Apakah terjadi masalah dengan calon suaminya atau berseteru dengan keluarganya? Hal-hal semacam itu memang sering terjadi saat menjelang pernikahan. Cinta yang berakhir di pelaminan memang sering dideru dan didera masalah untuk ujian mental mereka nantinya. Pernikahan bukan hanya sekedar mengucap janji, pesta resepsi pernikahan, akan tetapi sebuah tanggung jawab yang dipikul bersama.
Terkadang saya yang terkena imbasnya, ada beberapa kebaya tak bertuan yang menjadi penghias etalase rumah saya. Tolonglah, saya tidak ingin menjadikan kebaya gadis ini menjadi salah satu pajangan di etalase, kebaya tak bertuan. Kebaya - kebaya dalam etalase itu mempunyai ceritanya sendiri; ada yang tiba-tiba merasa tidak berjodoh dan membatalkan pernikahannya; ada yang tidak mampu membayar setelah kebayanya selesai jadi terpaksa saya menyewakannya; ada pula yang mendadak menemukan penjahit lain yang mungkin lebih murah sehingga kebayanya ditinggalakan begitu saja. Setiap kebaya mempunyai ceritanya sendiri. Kebaya punya cerita.
***
Sore ini, langitnya mendung, saya duduk di teras seperti biasa menunggu anak saya pulang sambil membaca koran yang tak sempat dibaca pagi tadi. Hari Senin selalu menjadi hari paling sibuk. Membaca berita di koran atau melihatnya di televisi justru malah membuat semakin depresi, betapa manusia itu semakin jahat akhir-akhir ini. Tapi ada satu foto yang nampaknya familiar, samar-samar terlihat seperti foto gadis itu. Aku membaca judulnya,
Gadis Belia Ditemukan Bunuh Diri Akibat Depresi
Ditemukan seorang gadis bunuh diri karena trauma yang telah menyerangnya selama sebulan terakhir. Calon suaminya ditemukan terbunuh di sebuah hotel bersama pelacur dua bulan yang lalu. Motif pembunuhan dicurigai karena terlibat hutang piutang. Si gadis bunuh diri dengan memotong urat nadinya dikamarnya yang sudah dihiasi dengan Bunga Melati. Mayat ditemukan oleh ibunya yang biasa mengantarkan sarapan dan obat anti-depresan sebulan terakhir ini sesuai dengan ajuran dokter. Kepolisian setempat menyatakan jam kematian, 08.00 WIB. Tidak ada pesan singkat yang ditinggalkan gadis itu, hanya sebuah sketsa baju kebaya dengan darah yang menetes dari urat nadinya. Minggu, 10 Oktober 2011.
Tanganku mendadak gemetaran, langsung lari mencari kalender.
Tiga bulan yang lalu, saya dan gadis itu melingkari kolom tanggal di kalender itu,
10-10-10, menandainya dengan spidol merah, The Wedding Day.
12 juli 11
02.20
Label:
kebaya,
Pernak-pernik Fiksi,
pernikahan
12 July 2011
KATAKANLAH ...
KATAKANLAH …
Tanpa KATA
Aku tahu kau sedang menatapku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau ingin menghampiri aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau ingin berbicara dengan hatiku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau menyanyangi aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau mencintai aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau akan menemani aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau bisa kuandalkan.
Tapi, aku merindu mendengar KATA yang terucap dari mu.
Katakanlah padaku bahwa KAU MENCINTAI AKU.
Tanpa KATA
Aku tahu kau sedang menatapku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau ingin menghampiri aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau ingin berbicara dengan hatiku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau menyanyangi aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau mencintai aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau akan menemani aku.
Tanpa KATA
Aku tahu kau bisa kuandalkan.
Tapi, aku merindu mendengar KATA yang terucap dari mu.
Katakanlah padaku bahwa KAU MENCINTAI AKU.
12 juli 11
01.20
Label:
cinta,
Katakanlah,
Pernak-pernik Fiksi,
Puisi
08 July 2011
FOBIA
“ Pah, Mamah udah telat tiga minggu nie! “
“ Akh, yang bener Mah? Besok kita periksa ke dokter yah? “
Lalu pasangan muda ini pun melebur harapan kebahagiaan dalam pelukan.
Bagi pasangan muda yang sudah menikah tentu saat telat datang bulan akan mendatangkan suatu kebahagiaan, dimana akhirnya cinta mereka membuahkan suatu hasil, buah hati.
Jika pasangan muda ini belum menikah? Tentu reaksi dan responnya akan berbeda, betul?
Tidak! Saya tidak akan membicarakan lebih lanjut tentang bagian ini apalagi menghakimi perbuatan mereka.
Yang akan saya tulis disini adalah suatu pengalaman yang saya rasakan dan alami sendiri.
Kalian punya fobia? Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. http://id.wikipedia.org/wiki/Fobia
Hal disini bisa berbagai macam dari benda – benda sampai binatang.
Nah, ayah saya mempunyai fobia terhadap anak – anak. Mulai dari anak ayam, anak kucing, anak tikus, sampai dengan anak manusia, bayi. Hal ini bukanlah menjadi suatu perkara yang besar saat dirinya masih melajang. Tetapi setelah mempunyai pacar dan melanjutkan hubungan yang lebih tinggi sampai tingkat pernikahan lalu istrinya yang tak lain adalah ibu saya dinyatakan positif, hamil. Disitulah hal ini menjadi suatu permasalahan.
Saat ibu saya hamil, semua berjalan dengan lancar dan indah tidak ada ketakutan apa pun yang dirasakan hanyalah kebahagiaan. Memasuki usia tua kandungan, samar – samar ketakutan itu muncul.
Detik – detik saat si jabang bayi yaitu saya akan keluar, ayah saya sangat kuatir. Kuatir karena ini istrinya akan melahirkan untuk yang pertama kali, kuatir karena tak ada yang mendampingi, kebetulan orang tua alias nenek dan kakek saya sedang berlibur, kuatir karena si bayi sumber ketakutannya akan keluar.
Setelah saya menghirup udara di dunia ini, masih merah dan kecil, ayah saya masih belum dapat melihat dan memegang buah hatinya. Saat itu tentu saja saya tidak sadar, tetapi dia berusaha mengalahkan rasa takutnya sendiri. Beberapa bulan kemudian, saya digendong, dibelai, dan dicium oleh sang ayah yang berhasil keluar dari cengkraman ketakutannya.
Tidak ada dokter atau ahli terapis, tidak ada buku sebagai panduan, tidak ada terapi, tidak ada dukun, tidak ada hipnotis, tidak ada obat … rasa ketakutan itu hilang dan sembuh dengan sendirinya … karena si bayi si sumber ketakutannya itu adalah anaknya sendiri.
Dan kalian tahu? Fobia itu ternyata menurun pada saya. Saya amat sangat takut melihat ibu – ibu yang sedang hamil tua, saat perutnya membesar dan seluruh badan menjadi bengkak. Saya tidak sanggup membayangkan ada mahluk hidup disana. Bergerak –gerak sesuka hati terkadang menendang dengan kerasnya hingga menimbulkan kesakitan. Pola makan dijaga dan diatur, tidak boleh kecapaian, harus banyak jalan, tidur susah, bergerak menjadi tidak leluasa, dan masih banyak lagi aturan - aturan demi menjaga si jabang bayi. kerap kali terdengar keluhan dari mereka.
Menulis kata – kata ini saja sudah membuat saya mual dan sakit kepala. Tidak, saya tidak bisa membayangkan hal itu. Semuanya diluar logika kamus saya.
Mungkin, hal ini akan sembuh dengan sendirinya saat saya benar – benar mengalaminya. Persis seperti apa yang ayah saya alami.
Label:
catatan harian,
fobia,
hamil,
Pernak-pernik Harian
05 July 2011
MEREDUP
Dalam kegelapan aku melihatmu
Berjuang melawan kematian pilu
Jiwa perlahan menjadi sinar yang menyaru
Separuh hidup hilang dimakan waktu.
Walau hidup terlalu singkat dan suram
Namun kau bersinar untuk kami dalam kemuraman
Karena biasmu memberi cahaya dalam kegelapan
Dirimu sang lilin meredup.
***
Label:
Lilin.,
Meredup,
Pernak-pernik Fiksi,
Puisi
04 July 2011
26 TAHUNKU
26 TAHUNKU
Sedikit flashback ke Bulan Juni yang baru saja berakhir, tepatnya tanggal 22 Juni.
Tanggal 22 Juni ini merupakan hari yang besar untuk Kota Jakarta. Tapi, yang ingin kutulis bukan itu tentu saja. Ada hal yang lebih penting dan berharga dari itu.
Seorang ibu telah melahirkan seorang anak perempuan di sebuah bidan kecil 26 tahun yang lalu.
Itulah aku …
Banyak pengalaman dan pelajaran yang aku lalui hingga umurku yang sudah mencapai 26 ini.
Kertas putih itu sekarang telah mengenal warna.
Biru yang selalu menceriakan
Hijau yang selalu menentramkan
Merah yang selalu menyemangatkan
Hitam yang selalu menjerumuskan
Dan putih yang selalu menghapuskannya.
Berbagai kejutan telah aku terima, dari kejutan yang menyenangkan sampai babak belur penuh tepung dan telur layaknya adonan kue buatan mama.
Tapi, kejutan kali ini berbeda …
Di hari ke 26 tahunku semuanya penuh kejutan yang membuat jantung terus berdetak kencang dalam keharuan dan kecaman.
Sungguh aku terkejut saat beberapa orang yang selalu pulang tepat waktu berkumpul , salah satunya dinar yang dengan polosnya “membasuh” aku di meja ku sendiri. Meja yang dilengkapi dengan computer.
Mereka semua berkumpul untuk menyanyikan selamat ulang tahun dan memberikan kue ulang tahun untuk aku.
Sungguh aku terkejut dua kali saat adit menyeretku bak orang gila ke kamar mandi dan “memandikan” aku beramai – ramai disana. Tidak ada alasan untuk berkutit.
Dan yang lebih luar biasa, aku terkejut dalam keharuan saat dia, andry utu tulung “membanjiri” aku dengan dinner di The Valley. (mengingat tanggal tua). Hanya makan malam biasa nampaknya .. tapi kalian tidak mengenalnya seperti aku. Hal ini sangat luar biasa bagiku! Ini diluar kebiasaannya. Maka dari itu aku ucapkan terima kasih yang terdalam.
Aku kira ini semua sudah berakhir.
Saat aku menginjakkan kaki dirumah .. begitu pintu aku buka, mereka disana menyanyikan selamat ulang tahun dengan cake rasa capuchino lengkap dengan lilinnya. Mereka yang tidak aku harapkan kedatangannya sekalipun. Tidak ada kata lain selain terima kasih dan selamat tinggal.
Sudah selesai semua. Sudah berakhir semua. Dan saat ini aku genap 26 tahun.
Bukan angka yang muda lagi namun belum cukup pula untuk tua.
Well, setidaknya aku dapat baju baru dan ehmphh mainan baru yang tidak usahlah aku sebutkan benda apa itu.
Terima kasih semuanya yang sudah berada disamping aku saat aku menginjakkan umur ke 26 tahun ini.
Tidak pernah meminta lebih daripada sebuah doa agar panjang umur dan diberi kesehatan selalu.
Bolehlah sedikit bonus untuk kesejahteraan dan kebahagiaan.
So, Happy Birthday to Me and let me enjoy my life in my 26th years old.
Sekali lagi terima kasih, kawan!
Dan I love you Andry Utu Tulung apa adanya.
Sedikit flashback ke Bulan Juni yang baru saja berakhir, tepatnya tanggal 22 Juni.
Tanggal 22 Juni ini merupakan hari yang besar untuk Kota Jakarta. Tapi, yang ingin kutulis bukan itu tentu saja. Ada hal yang lebih penting dan berharga dari itu.
Seorang ibu telah melahirkan seorang anak perempuan di sebuah bidan kecil 26 tahun yang lalu.
Itulah aku …
Banyak pengalaman dan pelajaran yang aku lalui hingga umurku yang sudah mencapai 26 ini.
Kertas putih itu sekarang telah mengenal warna.
Biru yang selalu menceriakan
Hijau yang selalu menentramkan
Merah yang selalu menyemangatkan
Hitam yang selalu menjerumuskan
Dan putih yang selalu menghapuskannya.
Berbagai kejutan telah aku terima, dari kejutan yang menyenangkan sampai babak belur penuh tepung dan telur layaknya adonan kue buatan mama.
Tapi, kejutan kali ini berbeda …
Di hari ke 26 tahunku semuanya penuh kejutan yang membuat jantung terus berdetak kencang dalam keharuan dan kecaman.
Sungguh aku terkejut saat beberapa orang yang selalu pulang tepat waktu berkumpul , salah satunya dinar yang dengan polosnya “membasuh” aku di meja ku sendiri. Meja yang dilengkapi dengan computer.
Mereka semua berkumpul untuk menyanyikan selamat ulang tahun dan memberikan kue ulang tahun untuk aku.
Sungguh aku terkejut dua kali saat adit menyeretku bak orang gila ke kamar mandi dan “memandikan” aku beramai – ramai disana. Tidak ada alasan untuk berkutit.
Dan yang lebih luar biasa, aku terkejut dalam keharuan saat dia, andry utu tulung “membanjiri” aku dengan dinner di The Valley. (mengingat tanggal tua). Hanya makan malam biasa nampaknya .. tapi kalian tidak mengenalnya seperti aku. Hal ini sangat luar biasa bagiku! Ini diluar kebiasaannya. Maka dari itu aku ucapkan terima kasih yang terdalam.
Aku kira ini semua sudah berakhir.
Saat aku menginjakkan kaki dirumah .. begitu pintu aku buka, mereka disana menyanyikan selamat ulang tahun dengan cake rasa capuchino lengkap dengan lilinnya. Mereka yang tidak aku harapkan kedatangannya sekalipun. Tidak ada kata lain selain terima kasih dan selamat tinggal.
Sudah selesai semua. Sudah berakhir semua. Dan saat ini aku genap 26 tahun.
Bukan angka yang muda lagi namun belum cukup pula untuk tua.
Well, setidaknya aku dapat baju baru dan ehmphh mainan baru yang tidak usahlah aku sebutkan benda apa itu.
Terima kasih semuanya yang sudah berada disamping aku saat aku menginjakkan umur ke 26 tahun ini.
Tidak pernah meminta lebih daripada sebuah doa agar panjang umur dan diberi kesehatan selalu.
Bolehlah sedikit bonus untuk kesejahteraan dan kebahagiaan.
So, Happy Birthday to Me and let me enjoy my life in my 26th years old.
Sekali lagi terima kasih, kawan!
Dan I love you Andry Utu Tulung apa adanya.
Subscribe to:
Posts (Atom)