Sedari kecil sudah terbiasa diasuh
oleh orang lain, mulai dari Embah Putri, Tante-tante, kakak sepupu hingga pembantu
karena kedua orang tua sibuk bekerja di pabrik.
Hidup di kelilingi oleh orang-orang
yang bekerja di pabrik pada waktu itu nampaknya menyenangkan. Ayah dan Ibu
bertemu di pabrik, pacaran kemudian menikah. Sebagian besar pamanku juga
bekerja di pabrik yang sama hingga akhirnya menemukan gadis yang aku sebut
tante sekarang. Dan cita-citaku jika besar nanti aku juga ingin bekerja di
pabrik yang sama.
Namun, seiring dengan berjalannya
waktu rasanya bekerja di pabrik tidaklah semenyenangkan seperti yang aku
bayangkan saat kecil dulu. Ibu sering bertengkar dengan Ayah karena tidak
pernah libur, tidak pernah ada waktu untuk keluarga, dan selalu mementingkan
pekerjaan. Bahkan tidak bisa meluangkan waktunya dua jam saja dari tujuh hari untuk
beribadah di Hari Minggu.
Apalagi saat kuliah, jarang sekali
bertatap muka dengan Ayah. Aku bangun Ayah sudah pergi ke pabrik sebelum jam 7,
Aku pulang selepas jam 9 Ayah sudah terlelap. Mungkin, hal inilah yang
menyebabkan aku tidak terlalu dekat Ayah.
Semakin aku bertumbuh besar, semakin
yakin pula bahwa aku tidak ingin bekerja di pabrik. Walaupun aku juga tidak
tahu mau bekerja dimana dan sebagai apa.
__
Hingga pada akhirnya aku memutuskan
bekerja di bidang Event Organizer. Cukup sederhana kerjanya hanya mengurus
acara orang. Walaupun praktek di lapangannya tidak sesederhana itu. Berhubungan
dengan berbagai karakter klien yang maunya macam-macam dan tidak jarang pula
suka dadakan atau tiba-tiba ada perubahan di menit-menit terakhir. Belum lagi
berhubungan dengan pihak ketiga, para vendor yang suka seenaknya, merasa
dibutuhkan.
Sampai pernah tertidur hingga tengah
malam di percetakan menunggu mereka menyelesaikan materi promosi publikasi yang
seharusnya sudah selesai sejak sore tadi.
Berperan sebagai perpanjangan tangan
antara klien dan vendor seperti memancing di air keruh kalau kita tidak sigap. Bersitegang
dengan mereka, para vendor merupakan makanan sehari-hari, kesalahan mereka akan
menjadi kesalahan kami, tim EO di mata klien.
Nah, beda cerita jika klien yang salah
tentunya tim EO lah yang akan menanggung
kesalahannya. Sekesal apa pun menghadapi permintaan klien harus tetap
dijalankan dengan profesional plus senyuman, begitu kata atasanku.
Pelanggan adalah
Raja, kata pepatah antah berantah. Sedangkan EO tidak menjual produk tetapi
jasa. Maka service klien lah yang menjadi modal utama kami, sebagai EO.
Penyampaian ide serta mekanisme konsep
hingga eksekusi di lapangan yang melibatkan banyak pihak sering kali
menimbulkan percikan konflik jika tidak pandai-pandai merendam emosi.
Entah mengapa, sekesal apa pun dengan
pihak klien atau vendor, selelah apa pun dengan kerjaan menumpuk, seletih apa
pun badan karena lupa makan dan ngga tidur
berhari-hari menyaksikan Event berakhir dengan sukses dan lancar itu rasanya
.... ah seperti bisul pecah. Antara rasa lega, bahagia, dan bangga.
Nyatanya rasa
itu bikin ketagihan, lagi, dan lagi.
Oh, iya satu hal yang pasti! Pekerjaan
ini sifatnya sangat flexible. Tidak ada tuntuntan untuk ngantor. Jadi, aku bisa berada di rumah sepanjang hari jika tidak
ada event. Dapat ngobrol banyak
dengan Ibu dan melihat Ayah pulang kerja. Seperti hari ini yang kuhabiskan dengan
menulis tentang kisah profesi.
***
Yah Inilah Profesiku |