Wow ... sudah sebulan lamanya tidak ketak-ketik di sini. Padahal ada banyak pengalaman seru yang terjadi pada Bulan April yang ingin ditulis. Mungkin, karena Bulan April berketepatan dengan lahirnya sosok pahlawan Raden Adjeng Kartini, sering pula disebut-sebut dengan bulannya kaum perempuan. Sebab tanpa disadari pada bulan kemarin ini saya bersinggungan dengan banyak sosok perempuan hebat. Siapa dan apa ceritanya? Yuk, seduh kopi dulu. Ya kali pada penasaran.
Menangani dan membantu klien mempersiapkan pernikahan, menjadikan kedekatan kami tidak hanya sebatas hubungan kerja antara wo dan klien. Ada cerita kisah masa lalu, konflik antara pasangan, antara Ibu dan anak, antara calon mertua dan calon menantu, antara keluarga kedua belah pihak, antara klien dan vendor, yang kesemua-muanya tumpah ruah di telinga saya. Hal inilah yang membuat kami memiliki hubungan emosional yang dalam sehingga saya berdecak kagum. Begini ceritanya ...
Sebut saja namanya Mar, seorang perempuan Muslim mandiri yang telah jatuh hati pada sosok pria Katolik, Koko. Hubungan Mar dengan keluarga Koko memang tidak bisa dibilang harmonis pasalnya tidak disetujui dari awal mula mereka berpacaran, melihat ada banyaknya perbedaaan di antara mereka. Perbedaan menjadi jurang di antara mereka lantas tidak membuat Mar mundur, justru Mar semakin gencar mendekati keluarga Koko. Sampai akhirnya, pernikahan pun dilaksanakan dengan tetap mempertahankan prinsip mereka masing-masing. Mar tetap menjadi Muslim dan Koko tetap menjadi Katolik. Walaupun, tidak banyak keluarga Koko yang hadir namun mereka telah mendapat restu dari orang tua Koko.
Mendengar penuturan Mar bagaimana dia sangat berusaha mendekatkan diri pada keluarga Koko membuat mata saya berkaca-kaca. Dari mulai dipandang sebelah mata, keberadaannya tidak pernah diakui, celatak-celetuk panas di telinga dan mengiris hati sampai akhirnya restu didapat sungguh bukanlah hal yang mudah dan instan. Perlu perjuangan tanpa henti, kesabaran, dan waktu.
*
Tante Mel lain lagi ceritanya, seorang Ibu sukses dengan bisnis usaha yang dikelolanya sendiri. Berbesar hati merelakan putrinya menjadi Mualaf, karena kebahagiaan putrinya adalah kebahagiaannya juga. Semua tetek bengek persiapan dan biaya pernikahan ditanggungnya seorang diri tanpa ada campur tangan dari pihak suami maupun keluarga lainnya. Disela-sela kesibukan pekerjaannya masih menyempatkan diri mengurus persiapan pernikahan putrinya. Datang langsung ke penjahit, ke percetakan, ke supplier souvenir, ke perias, ke venue, bahkan meeting dengan saya pun sendiri tanpa kehadiran putrinya.
Kisah Tante Mel secara tidak langsung membuat saya bercermin betapa besar kasih sayang dan pengorbanan seorang Ibu hingga kewajibannya terselesaikan. Melepas pangkuan terakhir dan melihat binar bahagia putrinya di atas pelaminan.
*
Ada fenomena (yang saya anggap kebetulan) aneh terjadi pada Bulan April kemarin. Salah satu tim kami yang domisili di Jakarta ternyata sudah hamil dua bulan. Kemudian, bos saya yang baru saja melepas kontrasepsinya bulan lalu nyatanya sudah hamil delapan minggu. Keduanya hamil anak kedua dan keduanya sama-sama mengalami morning sick yang berujung lazy afternoon (padahal waktu hamil anak pertama mereka tidak mengalami hal-hal seperti itu, aku mereka). Sebab tim yang tersisa yang tidak hamil dan masih single hanya saya, maka hampir sebagian pekerjaan dilimpahkan kepada saya. Kebayangkan kalau saya ikut hamil juga terus siapa yang akan urus kerjaan ini??? (amit-amit jabang bayi ketok meja kayu tiga kali).
Karena mengcover beberapa pekerjaan sekaligus itulah yang juga membuat saya jarang sekali online apalagi update blog. Ini juga curi-curi ngetiknya sambil nungguin klien. Heheu.
Ehmmpp, ada yang tahu ngga di usia kandungan berapa bulan gejala morning sick akan berakhir?
Kasian kepada para Ibu hamil yang mengalami morning sick dan masih harus bekerja pula belum lagi ditambah kewajiban mengurus rumah dan suami.
Wanita itu memang selalu memiliki energi cadangan unlimited yah!
Salut for all of you, Mommies!