Apakah kalian setuju dengan pendapat love is blind? Hahahahaaa, aku rasa hanya anak-anak remaja saja yang sedang kasmaran ala cinta monyet yang mengatakan demikian. Bukan, bukan sinis tapi realis, Nona!
Cinta itu tidak buta! Cinta itu bodoh! Menjadi bodoh atau membodohi diri sendiri. Yah semacam itulah.
Mari aku perkenalkan dengan seorang wanita yang nampaknya berhasil membuat kepintaranku memudar di hadapannya, aku tekankan sekali lagi hanya di hadapannya saja. Rinjani namanya, tinggi semampai, rambut hitam panjang selalu di kuncir kuda. Entahlah mengapa di sebut kuncir kuda, mungkin karena ada kesamaan dengan ekor kuda? Perangainya seperti ombak, ketika surut riak-riak kecilnya sungguh menggemaskan. Menjengkelkan dibuatnya ketika emosinya sedang pasang.
Apa? Jangan berasumsi terlalu jauh. Aku hanya menyukai sosoknya yang supel, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan dibuat nyaman olehnya. Tidak. Tidak! Oh tentu saja aku tidak mencintainya, atau setidaknya belum. Ah, jangan sampai! Masalahnya adalah yah dia mampu membuat aku merasa bodoh dan cerdik menutupi kesalahannya seakan itu bukan kesalahannya.
"Halo, aku udah di dekat terminal nih. Kamu jadi jemput aku?" tanyanya di telepon.
"Udah di terminal kok." balasku sambil menantikan kedatangan bis yang ditumpanginya.
"Ini udah di terminal, kamu di mana?" tanyanya agak panik.
"Sebelah kanan." ujarku sambil melambai ke arah bis yang baru datang.
"Mannaaaa? Aku ngga liat??????" suaranya panik.
"Aku lihat kamu kok, duduk di bangku kedua kan? Aku di kanan!" menghela napas.
"Iya! MANA!?!?" semakin panik dan kesal.
"Jan, Rinjani kanan oi kanan!!! Kamu liat ke kiri itu!" ucapku kesal menahan tawa.
"Ngomong dong dari tadi!!!!"
"Aku kan ... kan tadi ...."
"BERISIK!"
*
"Jadi, gimana di perjalanan? Cape?" tanyaku mengalihkan emosinya.
"Cape lah, duduk terus, pantatnya kebakar!" serunya sambil lalu.
"Kebakar? Kebakar gimana?" ujarku penuh tanda tanya.
"Panas maksudnya!" ralatnya masih sambil lalu.
"Oh, panas kirain kebakar. Panas sama kebakar kan beda."
"Tapi kamu ngerti kan maksud aku????" tegasnya.
"Iya, maaf yah."
"Hemphh."
"...."
*
"Jan ...."
"Yah?"
"Boleh tanya?"
"Ya bolehlah, tanya apa sih?"
"Tapi kamu jawabnya serius."
"Kalau dua rius boleh ngga?"
"Ih, serius ah!"
"Kenapa sih? Mau tanya apa sih? Kok jadi kikuk gitu? Emangnya mau tanya apa? Pasti kamu mau tanya sesuatu yang bikin aku marah, aku kesel, mau ngomongin masa lalu? Kerjaan? Apa sih cepetan ngomong! Jangan bertele-tele deh. Ayo, cepetan tanya!"
"Ngga jadi!"
"Kenapa? Takut aku tersinggung yah? Ngga apa-apa kok, sok tanya aja. Selama aku bisa jawab aku bakalan jawab kok, beneran. Kamu mau tanya apa sih tumben pake minta ijin dulu. Ayo tanya akoh tanya akoh dong!"
"Kadang aku bingung ngehadapin emosi kamu yang naik turun secepat itu. Kaya naik roller coaster tahu."
"Wah, roller coaster. Terakhir naik itu waktu es em pe deh."
"Oh yah?"
"Iya, perpisahan es em pe ke Dufan seru banget lah ada yang sampai nangis, muntah-muntah. Ahahahaaa. Kamu kapan ke Dufan?"
"Ngga ingat, udah lama banget."
"Oh, ya udahlah yah. Ngantuk nih. Tidur aja yuk!"
"Heemm, iya. Selamat tidur."
Rasanya sudah cukup sampai di sini perkenalan kalian dengan Rinjani. Masih banyak yang ingin kuceritakan namun malam datang lebih cepat, lagipula ada beberapa kisah yang ingin kusimpan hanya untukku sendiri. Well, love is not blind. Seperti dalam lirik lagunya Robbie Williams, something stupid like I love you.
***