Sedari tadi kamu hanya diam
Merangkul lututmu erat
Dengan rahang terkatup rapat
Mengerang kesakitan.
Aku ingin bilang,
Aku tahu kamu kesakitan.
Namun, lidahku mendadak kelu.
Aku ingin bilang,
Aku sakit melihatmu kesakitan.
Namun, bungkusan udara ini telah
Membekap mulutku begitu rapat.
Mengapa justru kata-kata hilang di saat seperti ini?
Saat kau butuh penghiburan, humor usang, nasihat sok bijak,
Atau bahkan bawelan serta ocehanku yang tak berujung,
Sekedar kesedihan dan kesakitanmu beroleh penawar.
Kemampuan dalam berkata-kata menguap.
Kebisuan menjadi hadiah kebersamaan kita.
Pandangan mata berlari-larian,
Saling mencari satu titik nemu yang sama.
“Sakit ....” katamu lirih.
Dan tiba-tiba saja ada kekuatan yang menggerakkan
Kedua tanganku untuk merengkuhmu.
“Rasakan” bisikku di telingamu.
Ada sebuah energi
yang menyatu dan mencairkan apa yang sudah beku, di sana, di hatimu.
“Rasakanlah” betapa lamanya kita terlelap pada sepi dan
membiarkan sunyi menetap.
Cukup lama tubuh kita saling terpaut,
Hingga kata – kata menyata,
Perlahan menyusup dan menyelinap relung hati
Menggerogoti sunyi sampai habis tak bersisa, sakitmu.
Hatiku tahu,
Hatimu pun mungkin tahu.
Nadi kita mungkin mendenyutkan pesan yang sama.
Sebuah pesan yang terbaca di dalam pelukan.
Peluk aku dan kau akan tahu.
***
Sumber dari sini |
Peluk. Dan rasakan... *pelukeratsampaisesak*
ReplyDeleteBaru, baru baca tulisan eva yg kayak gini. Fresh juga yah ;J
#gruphugs hahahaa, iya masih mencoba-coba dan meraba-raba berbagai format. Yang bacanya ga bosan yg nulisnya apalagi. hehehe :) Thank u Icha *peyukerat*
ReplyDelete