Sudah sepuluh tahun nama DryVa tercipta dan menjadi bagian
dalam hidup saya. Singkatan nama antara anDry dan eVa. Nama yang indah bukan?
Dan kita (dulu) bercita-cita akan menamakan setiap anak yang terlahir dengan
nama Dryva.
Empat tahun pertama,
Dryva tumbuh besar dalam balutan kasih sayang dan cinta yang melimpah. Dia selalu
ada di antara saya dan kamu, kita.
Memasuki tahun kelima, Dryva mulai kehilangan arah. Dia
tidak bersama kita lagi, kadang dia menjadi bayangan bersama segala kesibukan
saya atau hanya berdiam diri menemani kamu bersama teman-temanmu. Dia kesepian
di antara kita.
Dia ingin memilih dan mencari jalannya sendiri karena dia
bosan melihat kita yang berlari di tempat.
Dia kecewa terhadap janji-janji yang berulang kali teringkari.
Dia kecewa terhadap janji-janji yang berulang kali teringkari.
Dia tidak bahagia akan jeruji dan pasung yang
mengikatnya.
Dia berhenti tertawa lepas dan hanya senyum simpul pada
orang terdekatnya.
Dia memedam kata-kata dalam hatinya hingga berkarat.
Dia ingin terbebaskan.
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput,
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini,
Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput,
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
(Hatiku Selembar Daun oleh Sapardi Djoko Damono)
Dia ingin sendiri, tanpa saya, tanpa kamu, tanpa kita.
Tapi dia masih bertahan hingga usianya memasuki sepuluh
tahun.
***
Lima tahun terakhir ini tak henti-hentinya dia memohon
dan berteriak “ingin bebas, ingin lepas”. Kamu yang selalu bersikeras
mempertahankannya dan saya yang selalu membiarkannya pergi. Untuk apa mempertahankannya
jika kita berdua sudah tidak sanggup lagi memeliharanya. Jangan menahannya dan
memberinya makan dengan kebencian, kecurigaan, kecemburuan, kemarahan, dan
keterbatasan. Biarkan dia pergi dengan membawa sisa cinta yang ada. Setidaknya
masih ada kenangan manis yang dapat dia ingat di antara kita.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Aku Ingin oleh Sapardi Djoko Damono)
Sayangnya, cinta tidak sesederhana itu Tuan Sapardi.
Saya ingin dicintai dengan kata-kata manis sebelum kayu
menjadi abu.
Saya ingin dicintai dengan segala isyarat sebelum awan menjadi
hujan.
Cinta tidaklah sesederhana itu ...
***
Walaupun akhirnya kita sepakat melepaskan dia pergi, tapi
dia selalu setia tetap hadir di antara kita.
Saya yang tak ingin lagi bertatap muka dengan kamu
kembali dipertemukan olehnya dalam suatu kondisi yang mengiris hati.
Tiga bulan lamanya kita tidak bertemu. Tapi dia membuat
saya bertahan selama tiga hari lamanya berdiam di dalam Rumah Sakit, menunggumu
semalaman yang meringis kesakitan.
Masih ingat kah dirimu dengan kata-kata sesumbar yang
kamu ucapkan dengan penuh emosi beberapa bulan yang lalu?
“Apa yang sudah kamu alami selama lima tahun terakhir
ini, biar saya ikut mengalaminya juga! Bahkan berkali-kali lipat sakitnya! Biar
saya yang menanggungnya sekarang!” katamu sarat emosi.
Tiga tahun yang lalu, saat masih belajar naik motor saya
mengalami kecelakaan. Ruas-ruas jari kaki kanan mengalami dislokasi, pergeseran
ruas-ruas jemari kaki.
Setahun yang lalu, saya di tabrak hingga kelingking
tangan kanan patah.
Dan tahun ini, kamu di tabrak motor hingga tiga jari kaki
kananmu patah, jempol tangan kanan patah, dan kelingking tangan kananmu putus
setengah ruas.
Kata-kata yang kamu ucapkan beberapa bulan itu menjelma
menjadi kenyataan. Kata yang hanya selewat terucap yang bahkan tidak kamu
mengerti arti di dalamnya hingga kecelakaan itu pun terjadi.
Entahlah, mengapa dia mempertemukan kita dalam kondisi
kamu yang sedang terpuruk.
Semalaman menjagamu di dalam rumah sakit, melihat
keadaanmu yang begitu menderita, menyadarkan satu hal penting dalam hidup saya.
Kita tidak bisa lagi bersama bukan karena keadaan
keluargamu, bukan karena status sosialmu, bukan karena kondisi fisikmu, bukan
karena saya tidak mencintaimu lagi, bukan karena saya membencimu, bukan karena
ada sosok yang lain, bukan ....
Tapi karena kita mempunyai mimpi yang berbeda.
Mimpi kamu berada di sisi kiri sedangkan mimpi saya ada
di sisi kanan.
Selama ini kita selalu berlari di tempat, tepat di
persimpangan jalan.
Sudah saatnya kamu melangkah ke kiri dan saya berjalan belok
ke kanan.
Biarkan Dryva tepat berjalan lurus ke depan hingga tiba
saatnya nanti kita dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik pastinya,
saat mimpi kamu dan saya sudah tercapai.
Terima kasih sudah menemani sepuluh tahun lamanya dalam
hidup saya.
Tiba saatnya melepaskan kepergian DryVa.
***
No comments:
Post a Comment