BERKABUNG dalam KEPILUAN
Tepat seminggu yang lalu, Saya mendapat kabar bahwa Ape (kakaknya papa) sakit jantung. Sakit jantung yang memang kerap kali kambuh tanpa sebab, tetapi kali ini cukup parah hingga seluruh badannya bengkak. Mama berpesan pada saya agar didoakan supaya cepat sembuh.
Belum juga saya melaksanakan amanat untuk mendoakan Ape agar cepat sembuh, Tuhan sudah memanggilnya. Sungguh menyesal! Mengapa harus menunda untuk hal sesepele doa!
Hari senin sore saya kerumah duka, ternyata upacara dan kebaktian tutup petinya sudah selesai. Bahkan saya tidak sempat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya!
Hari minggu, saya dan keluarga memang sudah berniat untuk melayat. Tetapi, kondisi saya sangat letih dan kurang tidur sehingga kami tidak jadi pergi! Saya sungguh menyesal! 2 kali penyesalan saya! Mengapa harus menunda niat untuk melayat hanya karena kurang tidur! Mungkin saya masih bisa melihat wajah Ape untuk terakhir kalinya sebelum peti ditutup.
Begitu miris dan begitu pilu saat mendengar cerita menjelang hari kematiannya.
Sakitnya memang sudah lama, tubuhnya menjadi bengkak karena ada pembuluh yang tersumbat selama 2 minggu lamanya. 2 minggu tubuhnya membengkak! Mengapa tidak segera dibawa ke dokter? Mengapa harus menunggu selama itu baru dibawa ke dokter. Dan saat dibawa kedokterpun semua dokter menolak, tak sanggup untuk mengobati sakitnya yang sudah teramat parah, jalan satu - satunya harus di bawa kerumah sakit untuk penanganan lebih serius.
Saat dokter menulis surat rujukan ke rumah sakit dan Akhirnya Ape dibawa ke rumah sakit pun semuanya sudah terlambat!
Ape yang sudah terlebih dahulu ditinggal oleh alm istrinya punya 3 orang putri. 2 diantaranya sudah berkeluarga dan yang paling kecil pun sudah bekerja. Seharusnya hidupnya lebih tenang karena tidak usah memikirkan biaya sekolah untuk anaknya.
Mengapa untuk urusan pergi ke dokter saja tidak mampu!
Begitu miris dan begitu pilu mendengar salah satu anaknya menjawab tidak ada uang! Untuk urusan nyawa kok tidak bisa diperjuangkan.
Begitu miris dan begitu pilu saat menghadiri kebaktian penghiburan, yang hadir disana bisa dihitung dengan jari jumlahnya. Memang semasa hidupnya Ape agak arogan orangnya. Dimasa jayanya Ape terkadang lupa akan kasih dan cenderung tidak peduli terhadap sesama bahkan terhadap keluarganya sendiri. Yah, apa yang kau tabur itulah yang kau tuai. Sikap ayahnya ternyata menurun pada anak – anaknya. keluarga kami memang tidak begitu dekat dengan keluarga Ape. Tapi, disini kami sedang berkabung setidaknya inilah rasa simpati kami dan bagaimanapun kelakuan Ape semasa hidupnya tidak menjadikan kami saling membenci.
Begitu miris dan begitu pilu, disaat berkabung ini tidak membuat pertengkaran antara kakak dan adik mencair. Entah, sebabnya apa mereka menjadi musuh didalam keluarganya sendiri.
Kasian Ape ... disaat terakhirnya dia tidak melihat keluarganya rukun dan bersatu.
Hingga saat peti dimasukan kedalam krematologi untuk dikremasi, mereka masih berjauhan. Menangis dalam kehilangannya sendiri – sendiri. Dan saya menangisi mereka.
Mengapa disaat api mulai membakar peti, kemarahan dan kebencian mereka tidak ikut terbakar juga sehingga menjadi debu dan lenyap.
Kami sekeluarga berduka akan kehilangan Ape, seorang kakek, ayah, kakak, dan paman. Tetapi, kami lebih berduka melihat mereka anak - anaknya pergi kemobil masing – masing tanpa bertegur sapa setelah prosesi kremasi selesai.
Kami berduka dalam kepiluan.
SELAMAT JALAN APE RIDWAN
3v@_Cute
22mei11
02.16am
No comments:
Post a Comment